Lihat ke Halaman Asli

Golput Itu Pilihan

Diperbarui: 1 April 2019   06:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah maraknya ajakan banyak orang-orang untuk menggunakan hak pilihnya 17 April nanti, ada suara-suara yang mulai menyatakan keengganannya untuk tidak menggunakan hak suaranya. Saya adalah salah satu dari mereka. Tolong diperhatikan bahwa tulisan ini bukan ajakan, melainkan pernyataan pendapat.

Mengutip pernyataan Megawati Soekarnoputri bahwa golongan putih "...tidak punya harga diri" dan "...jangan jadi warga negara Indonesia". (Sumber: https://goo.gl/GC88GN) Dengan terpaksa saya mengatakan kalau kita punya pilihan, kita lebih baik tidak jadi warga negara Indonesia hari ini. Sekali lagi ini pendapat saya sebagai seorang anggota golongan putih dan kaum milenial. 

Dari kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden, sejujurnya belum ada yang berhasil menarik perhatian saya. Pasangan incumbent mengedepankan hasil pembangunan infrastruktur yang bisa kita lihat dimana-mana.

Tapi menurut saya jika pemerintahan mulai menjual pembangunan infrastruktur sebagai keberhasilan administrasinya, lalu apakah kita akan mulai menganggap pembangunan sebagai sesuatu yang tidak lazim dikerjakan sebuah institusi pemerintah? Dan itu baru salah satunya.

Kaum milenial hari ini juga tidak merasakan adanya banyak kesempatan untuk mencapai kemakmuran. Saya tidak bisa membayangkan mereka yang tinggal di luar Jawa, tapi saya sekalipun yang tinggal di Jakarta tidak merasa saya bisa membangun masa depan yang saya inginkan dengan mudah, atau paling tidak, masuk akal. Yang paling dekat dengan kami yang akan masuk angkatan kerja adalah kejelasan untuk memiliki hunian.

Harga hunian hari ini luar biasa tidak terjangkau dengan gaji rata-rata kami. Itu belum termasuk biaya makan, peralatan rumah, dsb. Belum dihitung juga bagaimana kami akan membiayai hidup anak-anak kami nanti. 

Lalu di tengah kegundahan itu, penawaran yang ditawarkan kedua pasangan calon adalah tambahan kartu sakti, atau janji inkubasi untuk start-up (yang skala daerah pun tidak ada hasilnya). Pak, bu. Bukan itu yang kami inginkan atau minta. 

Salah satu pasangan calon berkata jika susah cari kerja, bikin usaha saja. Anda pikir akses ke modal itu mudah di Indonesia hari ini? Belum jika kita gagal, apa mau negara menanggung pengangguran yang berjanji akan buka usaha? Saya kira tidak. 

Pemilu tahun ini tidak menawarkan solusi yang dapat menjawab kegundahan kami. Lalu untuk apa kami memilih? Toh hidup kami akan begini-begini saja dengan kami bersuara atau tidak. Biarkan kami cari solusi sendiri tanpa bantuan-bantuan kalian elit politik yang tidak bisa memberi kami jawaban nyata. 

Tidak punya harga diri? Seharusnya anda malu bu Megawati. Di pandangan generasi kami, anda adalah salah satu elit politik yang punya diskoneksi besar dengan permasalahan rakyat.

Lagipula, diam-nya kami adalah hak demokratis. Kenapa kami harus ikut-ikutan sandiwara kotor kalian untuk merebut kekuasaaan? Kami menolak dijadikan bidak percaturan politik kalian. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline