Setelah tragedi wamena yang sangat menyayat hati, banyak orang yang merasa geram, marah, sedih, dendam sampai dengan simpati.
Saya temasuk orang yang mempunyai perhatian terhadap masalah papua, secara kebetulan, karena saya pernah disana selama 10 tahun.
Memperhatikan fenomena di papua kadang sulit bagi saya untuk memahami. Tumpang tindih persoalan seolah begitu sulit untuk diambil benang merahnya, apalagi mencoba untuk mengurai.
Self defence mechanism otomatis bekerja jika mendengarkan komplain dan tuduhan rakyat papua kepada Indonesia. Ya, simply karena tuduhan itu tak berdasar atau terlalu melebih-lebihkan.
Tuduhan seperti "Indonesia seenaknya mengambil tanah adat papua tanpa berkonsultasi kepada orang papua", "pendatang memotong sagu dan hutan dan menggantinya menjadi padi", "sagu habis karena pendatang" dan seterusnya langsung menghidupkan radar pertahanan diri untuk melawan.
Mekanisme defensif yang sama ketika mendengarkan suara Rosa Molwend ketika diwawancara oleh Pasific Media Watch di Auckland. Dia menyerukan agar New Zealand dan Australia bisa membantu posisi orang papua di Indonesia. Geram oleh ancaman ini, saya lalu mencoba melihat lebih banyak siapa sih Rosa Molwend ini.
Rosa Molwend minta dukungan NZ untuk papua. Jul 6, 2019
Mendengar apa yang dikatakan didepan forum Internasional makin membuat panas telinga. Suara-suara ini juga mengingatkan memori ketika saya masih di papua. Marah, geram, mekanisme bertahan pun bekerja. Tuduhan dan tudingan yang tak berdasar langsung membangkitkan mekanisme melawan.
Rosa Molwend, IntlForum, Sep 27, 2013
Akan tetapi sesaat saya merenungkan, mengapa masyarakat papua dulu, saat saya di papua, juga mengatakan hal yang sama? Saya lalu mencoba untuk lebih "mendengarkan", walau saya tidak setuju dengan klaim yang dituduhkan.
Saya melihat, memang masyarakat papua sudah lama terpinggirkan. Mereka tidak mampu mengejar ketertinggalan. Jangankan untuk bersaing, berdiri sejajar pun mereka tidak mampu.