Lihat ke Halaman Asli

Dejavu

Diperbarui: 19 Februari 2020   09:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.routledge.com

Sasha menghentikan langkahnya mendadak.

Apa ini? Ia membatin. Sepertinya aku sudah pernah melewati jalan ini.

Aspal jalan yang sama-dengan lubang-lubang di posisi yang sama, warna pagar rumah-rumah di sekelilingnya, dan arah sinar matahari sore yang menyorot tepat ke wajahnya. Semuanya sama.

Sasha menoleh ke sebuah gang sempit di sisi kiri jalan.

Ia sangat mengenal tempat itu.

 -0o0-

"Itu namanya dejavu, Sha," jelas Indira, teman  indekosnya. "Kamu merasa 'pernah melihat' suatu hal atau merasa 'pernah mengalami' suatu kondisi. Padahal sebenarnya sama sekali belum pernah."

"Tapi kok, rasanya... aku seperti sudah akrab sekali dengan lokasi jalan itu, ya...?" desah Sasha. "Terutama gang kecil itu. Padahal tadi aku kan, hanya kebetulan tersesat jalan karena salah lokasi halte waktu turun dari bus. Dan sejak pindah ke kota ini, aku hanya tahu arah dan jalan pulang pergi dari rumah indekos ke tempat kerja. Belum pernah pergi kemana-mana."

"Itulah." Indira mengangguk. "Secara ilmiah, dejavu itu terjadi akibat aktifitas otak yang 'salah'. Dan saat melakukan kesalahan, otak akan memberikan 'rasa familier' terhadap suatu kejadian, sehingga kita akan mengalami perasaan 'sudah pernah' tersebut. Hal seperti itu biasanya diakibatkan oleh kondisi kesehatan tertentu."

"Kondisi kesehatan seperti apa misalnya?" tanya Sasha.

"Terlalu lelah atau terlalu tegang mungkin." Indira mengangkat bahu. "Kamu kan, capek kerja lembur terus, Sha."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline