Lihat ke Halaman Asli

Rizal De Loesie

Seorang Lelaki Penyuka Senja

Puisi | Saksi Kepergian

Diperbarui: 7 April 2020   08:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Malam melipat bait suara jangkrik, di luar pasti dingin sekali. Hujan telah puas membasuh kenistaan yang melekat pada pohon, pada pagar-pagar tinggi rumah. Dan sebagian pada hati yang masih terikat dengki. Karena hati sering menjadi benih menumbuhkan pertentangan, menyuburkan kebencian, dan patah.

*

Ruangan ini tanpa raung, hanya sunyi bergelimpangan di meja, kasur dan menempel di laptop, menggambarkan sepi itu berwujud kata. Se cangkir kopi juga dihembus angin yang menyamun di sela jendela, tidak ada lukisan tergantung untuk mengingatmu, tetapi ingatan purba itu memahat dalam sekeping hati yang kini diciutkan kesunyian.

*

Gigil bulan pucat antara kabut masih terdampar di kaca jendela, sengaja terbuka, agar laron-laron menemukan kebahagiaan dengan bias cahaya kamar. Begitu kebahagian terkadang semu, dan kesemuan mendatangkan kebahagiaan.

Karena sebagian besar bahagia adalah angan-angan.

*

Biarkan detak jam mengabarkan waktu, waktu tak teraih. Sebab kebenaran itu tidak selalu datang di awal. Kepergian dan datang adalah selisih waktu, sementara kita saksi yang tidak memiliki bukti.

 *

Begitulah hidup selayak layar direntangkan di tengah badai, berusaha mempertahankan perahu mengapung dengan keseimbangan hati dan jiwa, berusaha mendayung agar sampai ke tujuan, selebihnya adalah layar merupa takdir.

*

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline