Lihat ke Halaman Asli

Rizal De Loesie

Seorang Lelaki Penyuka Senja

Bila Nanti Rindumu Terlamun Ombak

Diperbarui: 18 Agustus 2019   06:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Sebilah Sajak Cinta,

Sebilah sembilu mencumbu ragu-ragu pada kata yang pernah kau ucap dulu. Bagai anak panah lepas tepat di dadaku bergumuruh merebahkan segenap getar, getar yang mencurahkan kecambah-kecambah menumbuhkan rasa cinta kepadamu. Mataku yang begitu rapuh, hatiku yang begitu lemah, aku telah jatuh dalam persandingan cinta. Aku mencintaimu seutuh langit dan bumi, seperti syair-syair cinta khahlil Gibran. Mencabut urat logika dan kesadaran. Aku telah diperbudak rasa, rasa yang menenggelamkam betapa aku tak sanggup menggapai tanpa tangan dan jemarimu.Engkau telah berhasil menyandarkan perahu didermagaku, bagai lenganmu yang menyandar, perahu penuh bunga-bunga dan aroma rambutmu yang mengusik tiap hela nafasku. Banyak syair tumpah melukiskan cahaya matamu, berbinar lembut mendamaikan ombak Samudra namun gemuruhnya berkecamuk dalam dadaku. Aku benar-benar telah rebah dalam kerapuhan hingga tak mampu untuk berucap apapun kecuali mengiyakan.

Simpul-simpul waktu yang kita rajut dan tambatkan adalah kenangan yang panjang, sepanjang pasir putih yang tak habis-habis ujungnya.

Kekasih, masih kulihat bayangan utuh purnamamu, masih kuciumi wangi rambutmu sepanjang laut ini. Aku tak pernah meletakkan kata benci dan kesedihanku telah punah, kekecewaanku kepadamu begitu mudah ku hapus. Karena engkau telah menjadi ranting bagi daun hidupku. Walau aku tahu, ketulusan itu hanyalah sementara bagai fragmen sandiwara untuk menghapus kenanganmu. Aku tak pernah mengatakan diriku pelarian bagimu,  walau apa pun sesungguhnya, aku telah tulus dan ikhlas untuk tak pernah membenci. CInta bagiku hanyalah kata lain untuk berkorban melihatmu bahagia. Tapi, ingatlah, aku pernah dan sampai sekarang masih sangat menyayangimu. Mungkin karena kebodohanku atau aku benar-benar kehilangan kesadaran.

Kini engkau berumah ditengah samudraku dengan yang lain. Aku tak tahu perahu sampai ke pulau yang kaudambakan.

Di sini, sampanku tetap masih mengapung, bila nanti rindumu terlamun ombak

Bandung, 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline