Lihat ke Halaman Asli

Rizal De Loesie

Seorang Lelaki Penyuka Senja

Senja Tak Beratap

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sebuah senja yang terlahir dari batas kerontang siang tak ber angin. Memasak utuh daunan nan terlepas dari tangkainya.

Dibibir senja ini bangku panjang dermaga  yang sudah pernah disinggahi ribuan orang, kian mengkilap bagai sisa-sisa bias cahaya dari menara “pompong” ditengah laut.

Bangku panjang, aku terduduk menatap sesekali pada nyala matahari yang akan menyelam kelautan. Cahayanya indah merah dan menyimpan ratusan mimpi dan harapan esok.

Disisiku duduk jua seorang bapak yang juga beraut senja, sesekali matanya liar menatap kolong-kolong  dermaga . Seirama hirupan dalam sebatang rokok termurah dibibirnya nan pecah.

Getar bibirnya seakan menghitung lalu lalang orang, atau menghitung jumlah penumpang yang menitih jembatan usang keatas ferry berderik. entah.! Atau jua menghitung sampah terbuang.

Senja tak lagi rasa terpanggang, seiring dermaga berangsur lengang. Lelaki tua itu berinsut turun kekolong dermaga, “nanti keburu air pasang” . Satu per satu kaleng bekas minuman yang menebar di sisi dermaga diregang

Owh, inilah sisi kehidupan dibumiku nan kaya. Sementara mata tertumpuk pada menara-menara penghalang pandang. Tersilau dari lautan lampu. Dan kita bergulat tertatih dikolong gelap tak beratap.





BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline