Lihat ke Halaman Asli

Yudo Mahendro

sosiologi, budaya, dan sejarah

Menggali Akar Budaya Masyarakat Tangsel

Diperbarui: 29 Maret 2020   14:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di tengah wabah Covid 19, Tangsel sedang bersiap untuk mencari pemimpin baru. Tidak terasa kota ini sudah berusia 12 tahun, sejak didirikan akhir tahun 2008. Meskipun sudah menjadi warga DKI Jakarta, saya masih tertarik untuk membahas tentang kota ini, dulu saya dan teman-teman sempat membuat media sederhana bertajuk "Tangsel Magz" yang bertujuan untuk memotret sisi lain dari kota seperti sejarah, budaya, dan juga komunitas-komunitas kreatif. Sebagian liputannya, masih bisa dilihat pada akun youtube dengan nama yang sama.

Satu tahun lalu, ada mahasiswa seni tari UNJ yang menghubungi saya terkait dengan tulisan saya di kompasiana yang membahas tentang Blandongan. Rumah khas Betawi Tangsel yang dijadikan sebagai logo kota yang berada diantara sungai Pesanggerahan dan  sungai Cisadane ini. Ini sedikit mengejutkan saya, karena menurunya untuk mengetahui detail tentang Blandongan harus mewawancarai saya. Yang merekomendasikan ialah kelompok kesenian yang bergerak di Tangsel. Hal ini membuktikan, penggalian sejarah dan kebudayaan Tangsel masih sangat terbatas.

Dengan kondisi tersebut, memicu saya untuk lebih banyak berkontribusi untuk mengkaji sejarah dan kebudayaan Tangerang Selatan. Ini penting untuk menjadi panduan bagi para pemimin kota ini untuk mengetahui arah pembangunan kota satelit Jakarta ini. Menurut informasi di dunia maya, diketahui sudah ada upaya dinas terkait untuk melacak situs cagar budaya di wilayah Tangsel. Namun, penjelasannya masih sangat terbatas. Diharapkan dengan tulisan ini memberikan konteks sosial-budaya  terhadap sejarah Tangerang Selatan.

Betawi 'ora' sebagai entitas budaya lokal Tangsel

Dengan mengangkat logo blandongan sebagai symbol kota, sesungguhnya para pendiri kota ini sudah sadar bahwa identitas kebudayaan Tangsel ialah Betawi. Saya kebetulan sekolah di tiga kecamatan yang berbeda, Pamulang, Ciputat, dan Setu. Teman-teman yang merupakan orang asli di wilayah tersebut mengaku sebagai orang Betawi. Demikian pula di kecematan lain seperti Serpong, Serpong Utara, dan Ciputat Timur, memiliki akar tradisi Betawi yang sama, mereka menyebutnya Betawi 'ora'. 

Penamaan ini menjadi pembeda antara kaum Betawi yang berada di pusat kota Jakarta. Makna 'ora' salah satu kata yang mereka gunakan untuk 'tidak/bukan' yang merupakan pinjaman dari bahasa Jawa.  Ini menarik mengapa mereka menggunakan term 'ora' padahal mereka ada di Tangerang yang sentuhan dengan budaya Jawanya lebih terbatas dibandingkan dengan budaya Sunda atau Cina. Olehkarenanya, ada juga yang menjelaskan bahwa 'orak' berasal dari kata 'norak' atau terlinggal.

Sungai Cisadane juga merupakan batas imaginer antara kelompok Betawi 'ora' dengan kelompok Sunda. Waktu masa bersekolah di SMA N 2 Tangsel (dulu SMA N 1 Serpong) teman-teman yang tinggal di seberang, seperti Cisauk mereka lebih sehari-hari menggunakan bahasa Sunda.  Aktivitas utama kelompok ini ialah berkebun di lahan kering, seperti ketela pohon, pisang, kecang, timun, dan sayur-sayuran lainnya. 

Hal ini juga tercerimin dari nama-nama yang ada di wilayah Tangsel, seperti Pondok Cabe, Pondok Aren, Pondok Jagung, dan juga Pondok Benda. Benda merupakan tanaman sejenis Nangka. Persawahan juga ada di daerah Ciputat, selain karena ada nama 'Kampung Sawah' pembangunan bending Situ Gintung juga membuktikan bahwa wilayah tersebut memang merupakan daerah lumbung di era pemerintah colonial.

Namun satu yang luput dari pandangan kita, bahwa sesungguhnya kultur Betawi 'ora' juga dekat dengan kebudayaan Cina Benteng. Cina benteng merupakan entitas budaya yang khas di wilayah Tangerang yang sudah memiliki perjalanan historis yang cukup lama. Hal ini setidaknya dapat dibuktikan dengan beberapa argument; pertama begitu banyaknya pemakaman cina yang tersebar di wilayah Tangerang Selatan. Berdasarkan pengamatan saya, ada beberapa makam cina yang tersebar di Pamulang, Ciputat, dan juga Serpong.

Kedua, ada juga beberapa kelenteng tua yang ada di wilayah Tangsel, seperti di wilayah Pamulang dan juga Serpong. Ketiga, ada kemiripan kultur, seperti tari cokek, dan juga kepercayaan terhadap dewa-dewi kesuburan yang memiliki ruangan khusus di dalam rumah. Keempat, nama-nama leluhur orang Betawi 'ora' Tangsel memiliki nama yang dekat dengan kultur Cina dibandingan dengan Jawa, Sunda, atau Arab. Saat saya masih kecil orang tua laki-laki biasa dipanggil dengan nama 'baba' untuk laki-laki yang memiliki akar kuat ke budaya Cina.

Tangerang Selatan dan Sejarah Kemerdekaan Indonesia

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline