Wabah virus corona pada hari ini telah menjadi masalah bagi seluruh negara di dunia. Era globalisasi yang terjadi pada saat ini membuat penyebaran virus corona terjadi dengan begitu cepat, keberadaannya sangat sulit untuk dideteksi, sementara itu vaksinnya belum juga ditemukan.
Negara-negara yang jauh lebih maju dari Indonesia, seperti Tiongkok, Korea Selatan, Spanyol, Italia, Inggris, Perancis, maupun Jerman, merasa begitu kelabakan dalam mengantisipasi penyebaran wabah ini. Bahkan sang negara adidaya, Amerika Serikat, kini memimpin daftar jumlah penderita virus corona terbanyak di dunia.
Setiap langkah kebijakan yang diambil oleh seluruh negara di dunia masih bersifat eksperimen. Dan sejauh ini, baru ada tiga strategi yang tersedia untuk mengantisipasi wabah virus corona, yaitu : Pertama; social distancing, yaitu masyarakat diarahkan untuk menjauhi keramaian dan menjaga jarak. Kedua; lockdown atau penguncian wilayah. Ketiga; herd imunity, yaitu pemberian vaksin secara meluas atau terbentuknya kekebalan alami pada sebagian besar orang dalam suatu kelompok setelah mereka terpapar dan sembuh dari penyakit tersebut.
Dilematis Kebijakan
Sudah terhitung satu bulan sejak pertama kali diumumkan, perkembangan wabah virus corona di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Setiap harinya terdapat peningkatan jumlah korban hingga menyentuh angka sepuluh sampai dengan dua puluh persen. Bahkan tidak hanya itu, persebaran virus corona kini telah menjangkau seluruh propinsi yang ada di Indonesia.
Sejak awal terdeteksi, berbagai elemen masyarakat mendesak pemerintah untuk menerapkan kebijakan lockdown. Desakan ini bukannya tanpa alasan. Masyarakat Indonesia sudah terlebih dahulu jengkel dengan pemerintah yang dianggap lalai karena tidak segera melakukan lockdown sebelum terdeteksi adanya kasus positif virus corona di Indonesia.
Walaupun menyadari bahaya dari situasi saat ini, pemerintah sejak awal keukeuh untuk mengambil kebijakan social distancing dalam penanganan wabah virus corona. Bahkan dalam pidato terbarunya, presiden Jokowi mengumumkan jika kebijakan social distancing yang akan dijalankan kali ini dengan skala yang lebih besar, lebih tegas, lebih disiplin, lebih efektif, dan jika dibutuhkan, akan didampingi dengan status Darurat Sipil.
Keluarnya statement Darurat Sipil dari Presiden Jokowi langsung menjadi momok di tengah masyarakat Indonesia, hingga menimbulkan "wabah" baru berupa keresahan sosial. Masyarakat resah jika aktifitas kesehariannya akan dibatasi dengan sangat ketat, namun kebutuhan dasarnya tidak dipenuhi.
Namun presiden Jokowi menjawab keresahan masyarakat ini dengan menjelaskan, bahwa status Darurat Sipil baru diberlakukan dalam situasi abnormal. Karena dalam menghadapi persoalan wabah virus corona, pemerintah harus menyiapkan seluruh skenario yang ada, mulai dari yang ringan, moderat, sedang, sampai kepada kemungkinan yang terberat (kompas.com).
Darurat Sipil bisa dianalogikan seperti alat pentungan dan kendaraan operasional milik para anggota Polantas. Jika masyarakat bisa diajak tertib, cukup patuh hanya dengan himbauan, alat pentungan dan kendaraan operasional itu tentu tidak akan digunakan. Opsi status Darurat Sipil dipersiapkan karena melihat tingkat kepatuhan dan kedisiplinan masyarakat Indonesia yang masih tergolong rendah.
Ketahanan Ekonomi dan Pangan