Lihat ke Halaman Asli

Yudi Yurnalis

Dokter Hewan di Pemkab Lebong

Menelusuri Penambahan Boraks dalam Bakso

Diperbarui: 13 Maret 2021   23:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: food.detik.com

Bakso merupakan kuliner yang disukai masyarakat mulai dari anak-anak sampai dengan lansia. Selain harga yang terjangkau, bakso yang terbuat dari daging memiliki rasa yang lezat dan gurih serta bernilai gizi tinggi. 

Masa simpan bakso daging yang begitu singkat dan skala produksi yang besar menyebabkan oknum pedagang bakso mencampurkan boraks sebagai bahan tambahan agar bakso awet dan tahan lama juga menambah kekenyalan dan rasa gurih serta keuntungan yang berlipat.

Boraks atau bleng (bahasa Jawa); gendar (bahasa Sunda);  termasuk bahan beracun apabila dikonsumsi dalam makanan dan berbahaya bagi kesehatan. 

Boraks biasanya digunakan dalam industri gelas, pelicin porselen, alat pembersih dan antiseptik. Penggunaan boraks dalam bakso dapat menyebabkan anoreksia (kurang nafsu makan), berat badan turun, muntah, diare, ruam kulit, kebotakan, anemia dan konvulsi (kejang). 

Dalam jangka panjang konsumsi boraks dapat menyebabkan gangguan syaraf, depresi dan rusaknya saluran pencernaan (lambung,usus), ginjal dan hati.

Ciri bakso dengan campuran boraks memiliki tekstur yang lebih kenyal, warna lebih putih, armoa kurang alami, memantul bila dijatuhkan, dan tak lengket. Bakso yang mengandung boraks sulit untuk dikenali sehingga terkadang masyarakat tidak tahu dan kurang aware dengan bahaya yang diakibatkannya. 

Oleh karena itu kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang bahaya boraks harus selalu ditingkatkan dengan melakukan sosialisasi  dan juga deteksi atau uji terhadap bakso yang diduga mengandung boraks.

Pengujian bakso yang mengandung boraks sering dilakukan oleh Balai Veteriner  Regional dan Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Provinsi  bekerja sama dengan dinas yang membawahi bidang peternakan dan kesehatan hewan setempat. Pengujian sampel dilakukan secara kualitatif dan juga uji lanjutan lainnya.

Uji secara kualitatif dilakukan secara dua tahap yaitu dengan uji pendahuluan dan uji  konfirmasi. Uji kualitatif menggunakan kertas turmeric sebagai indikator uji. Jika bakso mengandung boraks maka kertas turmeric akan berubah menjadi warna merah.

Setelah uji kualitatif positif maka dilakukan uji lanjutan yaitu spektrofotometri, pemanasan dan daya simpan untuk menetapkan kadar asam borat dalam bakso dan mengukur masa simpan bakso. Namun jika uji kualitatif negatif maka bakso aman tidak mengandung boraks sehingga tidak diperlukan uji lanjutan.

Pengawasan oleh stake holder terkait terhadap penggunaan boraks pada pedagang bakso harus dilakukan secara rutin dan menyeluruh. Selain itu perlu dikembangkan solusi pemecahan masalahnya yaitu anjuran kepada pedagang bakso agar melakukan penggilingan bakso secara rutin (setiap hari) dalam jumlah tidak terlalu banyak sehingga bakso selalu baru atau fresh dan bakso yang tidak habis bisa di simpan di dalam freezer. Berdasarkan hasil penelitian penggunaan pengawet alami seperti cairan chitosan dan bakteriosin dari beberapa mikroba alami dapat menghambat pertumbuhan bakteri berbahaya dan memperpanjang masa simpan bakso.

*diolah dari berbagai sumber




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline