Lihat ke Halaman Asli

Dinda yudittia

Mahasiswa Hubungan Internasional di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Review Buku Demokrasi dan Mahkota Politik (Catatan Reflektif Kebangsaan) Karya Ahmad Sahide

Diperbarui: 23 Januari 2023   22:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demokrasi dan Mahkota Politik by Ahmad Sahide (Dokumentasi Pribadi) 

1. Identitas Buku

  • Judul Buku : Demokrasi dan Mahkota Politik (catatan reflektif kebangsaan)
  • Penulis : Ahmad Sahide
  • Penerbit : The Phinisi Press
  • Cetakan : Cetakan I, November 2020
  • Halaman : x + 241 hlm
  • Nomor ISBN: 978-602-6941-61-9

2. Tentang Pengarang

Ahmad Sahide lahir di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Ia menyelesaikan pendidikan strata satunya (S1) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dengan mengambil jurusan Hubungan Internasional (HI) dari tahun 2004-2008. Pada tahun 2009, Ahmad Sahide kembali melanjutkan studinya untuk jenjang strata dua (S2) di sekolah pascasarjana UGM dengan mengambil minat Kajian Timur Tengah (KTT), selesai pada tahun 2011). Ahmad, demikian sapaannya, meraih gelar Doktor (S3) pada tahun 2016 di UGM dengan konsentrasi yang sama, yaitu kajian timur tengah. Saat ini tercatat sebagai Magister Ilmu Hubungan Internasional UMY. Selain menjadi akademisi, Ahmad Sahide aktif dalam dunia literasi dengan menggerakkan komunitas belajar menulis (KBM). Karya yang telah ia ciptakan diantaranya adalah kumpulan esai, buku ilmiah, novel, serta antologi cerpen.

3. Tentang Buku

Buku dengan judul "Demokrasi dan Mahkota Politik (catatan reflektif kebangsaan)" merupakan buku lanjutan dari kumpulan esai penulis sebelumnya, yaitu kebebasan dan moralitas (2010 dan 2013), kekuasaan dan moralitas (2016), dan demokrasi dan moral politik (2018). Esai-esai dari ketiga buku tersebut di mulai sejak penulis masih mengenyam pendidikan strata satu (S1), di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), hingga penulis memasuki jenjang pendidikan tertinggi, yaitu menjadi mahasiswa doktor di UGM. Esai merupakan cara yang penulis pilih untuk merekam perjalanan dinamika kebangsaan serta berdemokrasi di Indonesia selama kurang lebih lima belas tahun terakhir. Oleh karena itu, dari buku kumpulan esai penulis sebelumnya, pembaca dapat mengetahui isu-isu dan juga tokoh yang mewarnai kehidupan sosial politik Indonesia sejak 2005 hingga 2013. Tentu figur utama yang banyak kita jumpai dari buku-buku tersebut adalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jusuf Kalla (JK), dan beberapa tokoh lainnya. Sedangkan isunya banyak memotret Partai Demokrat, kebijakan, dan gaya komunikasi politik SBY. Isu lainnya adalah kasus korupsi dan wacana pelemahan KPK. Dengan membaca  buku ini, maka kita akan melihat bahwa sudah mulai ada pergeseran figur sentral dari SBY ke Joko Widodo.

4. Isi Buku

  • Esai-esai 2014 Dari SBY ke Jokowi

Bagian ini terdiri dari 16 esai, dimulai dengan membahas mengenai tahapan-tahapan serta tanggapan dari beberapa pihak mengenai masa peralihan pemerintahan SBY ke Jokowi. Hal yang  pertama dibahas adalah mengenai kemenangan Aburizal Bakrie yang terpilih Kembali menjadi pemimpin partai golkar. Kemenangan ARB menimbulkan polemik di kalangan partai golkar. Mereka menilai bahwa kemenangan ARB adalah kekalahan bagi golkar karena sosok ARB dinilai memiliki elektabilitas yang sangat rendah. ARB berpikiran bahwa elektabilitas bisa dibeli dengan mudah melalui kapital yang berlimpah serta direkayasa dengan penguasaan media. ARB rupanya salah, meskipun ia mempunyai modal yang besar serta menguasai media tidaklah membuka jalan yang lebar baginya untuk melengang ke istana. Secara internal, partai golkar perlu melakukan introspeksi diri karena tidak pernah memenangi pemilihan presiden pasca reformasi. Bagian selanjutnya buku ini membahas berbagai isu politik antara PDIP, Demokrat, Megawati, Jokowi, Jusuf Kalla, serta SBY.  Megawati dianggap memiliki jiwa besar karena dengan rendah hati mencalonkan Jokowi sebagai Presiden mewakili partai PDIP. Hal ini disebut sebagai kemenangan politik bagi PDIP  karena ketua umumnya mampu meleburkan ego dan Hasrat berkuasa. Seandainya megawati tetap ngotot untuk mencalonkan diri menjadi presiden maka hal yang terjadi pada partai golkar akan terjadi juga kepada partai PDIP. Langkah pencitraan Jokowi untuk mendapatkan suara dari masyarakat juga dibahas dalam bagian ini. Jokowi seringkali memakai kemeja kotak-kotak serta melakukan blusukan agar terkesan sederhana dan merakyat. Hal ini sudah ia lakukan sejak menjadi calon gubernur DKI Jakarta. Penulis esai meyakini Jokowi bukanlah pemimpin tanpa pencitraan. Hanya saja, citra politik dibangun Jokowi adalah politik “non-citra”. Citra politik “non citra” Jokowi mendapat tempat di hati publik karena publik jenuh dengan gaya politik SBY yang sangat mendahulukan pencitraan. Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden saat itu dinilai cukup berpengaruh karena JK merupakan seorang politisi senior. Ia memiliki aspek pertimbangan pragtmatisme politik serta memiliki pengaruh yang besar di Internal partai golkar. Tanggal 20 Oktober 2014 adalah hari terakhir masa jabatan SBY. Dalam buku ini, penulis menilai bahwa masa pemerintahan SBY membawa kemunduran bagi demokrasi. Hal ini karena parta democrat yang didirikannya dilanda banyak persoalan, terutama banyaknya kader democrat yang tersandung kasus korupsi. Kasus lain adalah Ketika partainya mengambil opsi politik walk out saat voting  penentuan untuk menetapkan pemilihan kepala daerah secara langsung melalui DPRD. Selama 10 tahun berkuasa, Demokrasi berhasil mengantar kan SBY ke istana, tetapi SBY gagal mengantarkan kelenggangan Demokrasi. Bagian akhir esai 2014 membahas tentang catatan Jokowi pada forum internasional. Jokowi dinilai hadir dengan gagasannya. Banyak pemimpin besar dunia yang berlomba untuk melakukan hubungan bilateral dengannya setelah Jokowi menghadiri tiga forum Internasional (APEC, KTT Ke-25 ASEAN, dan KTT G-20). Gagasan Jokowi dalam forum KTT yang menarik perhatian adalah visi Jokowi untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

  •  Esai-Esai 2015 Konsolidasi Politik Jokowi

Point ini membahas mengenai awal masa pemerintahan Jokowi-JK selama satu tahun. Dimulai dari tantangan yang dihadapi Jokowi-jk selama beberapa tahun kedepan. Konflik KPK-Polri hadir diawal kepemimpinan Jokowi-JK. Hal ini berawal dari Langkah Jokowi yang menggunakan hak prerogatifnya sebagai Presiden dengan mengajukan nama Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri untuk mengikuti ujian kelayakan di Senayan. Sehari sebelumnya KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi. Akhirnya, Jokowi menunda pelantikan Budi Gunawan. Bagian esai-esai 2015 juga membahas prahara politik partai golkar, PAN, serta orang-orang didalamnya seperti Amien Rais, Agung Laksono, dan Aburizal Bakrie. Dalam hal lain, penulis mencoba untuk memberikan pemahaman baru mengenai Jokowi yang mampu memberikan kesan baru di masyarakat. Pada halaman 118, penulis membandingkan antara Jokowi dan Obama. Keduanya dinilai memiliki kesamaan yang mempengaruhi pemikiran masyarakat. Di Amerika, sejak dulu telah tertanam dibenak publik bahwa untuk menjadi Presiden harus berasal dari kalangan kulit putih. Obama sebagai Presiden pertama kulit hitam berhasil menyingkirkan tokoh-tokoh politik senior yang mengakar kuat dalam partai dan masyarakat Amerika. Fenomena ini juga terjadi pada Jokowi. Jokowi dinilai sebagai orang pinggiran dan tidak mempunyai garis kepemimpinan di negeri ini. Berbeda halnya dengan Presiden yang menjabat sebelum Jokowi. Obama dan Jokowi mendobrak tatanan politik tersebut. Tetapi, keduanya juga dihadapkan dengan tantangan. Penulis sepertinya meyakini bahwa pemerintahan Jokowi-JK akan dapat meneruskan dharma baktinya sampai tahun 2019 mendatang, walaupun ganjalannya akan datang silih berganti dari internal dan eksternal. Bagian ini ditutup dengan sindiran kepada para pemuda Indonesia yang dinilai “krisis gagasan”. Hal ini karena Gerakan mahasiswa banyak melahirkan konflik dan perpecahan. Konflik yang terjadi atas dasar kepentingan, bukan gagasan sebab kontestasi gagasan tidak lagi kuat terbangun di kalangan Gerakan mahasiswa kini. Dengan ini, pemuda Indonesia di harapkan untuk terus berkarya dan memberikan gagasannya. Terlebih lagi untuk menyambut Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dan menatap tahun 2016 dengan semangat kekaryaan.

  •  Esai-esai 2016 Meraih Mahkota

Bagian esai-esai 2016 masih membahas mengenai tantangan dan kebijakan yang diberlakukan Presiden Jokowi pada tahun 2016. Esai pertama pada bagian ini adalah mengenai terorisme. Indonesia Kembali mendapatkan terror dengan ledakan di ibu kota tepatnya 14 januari 2016. Peristiwa ini membuat ketakutan di berbagai sudut kota dan daerah di Indonesia. Penulis menganggap bahwa UU Terorisme memiliki kekeliruan karena hanya berhasil menangkap atau bahkan membunuh tokoh-tokoh pemimpin dari kelompok yang di dakwa teroris. Tetapi, UU tersebut gagal dalam menghilangkan semangat kebencian dan semangat perlawanan (terror). Pada tahun 2016 Presiden Joko Widodo meminta jajarannya untuk semakin efektif dan efisien, terutama dalam hal penggunaan anggaran. Hal ini karena, pemerintah masih akan berfokus pada pembangunan infrastruktur yang membutuhkan modal besar dalam jangka waktu yang relatif panjang. Jokowi memberikan perhatian yang serius dalam hal pembangunan infrastruktur di Indonesia bagian timur. Reshuffle cabinet juga menjadi bagian dalam pemerintahan Jokowi pada tahun 2016. Presiden menyadari tantangan selalu berubah dan diperlukan kecepatan dalam bertindak. Jokowi berusaha semaksimal mungkin agar kabinet bekerja lebih cepat, efektif, dan solid. Esai lain yang tidak kalah penting pada bagian ini ialah pembahasan mengenai Wacana pelemahan KPK, hubungan golkar dengan Setya Novanto, Ahok dan pertarungan pemilihan gubernur DKI Jakarta, serta  polemik antara ahok dan agama-politik. Pada 2016 kemunculan ahok mendapat banyak perhatian dimasyarakat karena sosoknya yang berbeda. Ahok merupakan keturunan Tionghoa yang beragama non Islam. Perseteruannya dengan FPI dibahasa secara lengkap pada bagian ini. Terlebih lagi, pertarungan antara Ahok, Agus, dan Anies pada pilkada DKI Jakarta 2017 sudah menjadi perhatian public seantero tanah air. Pilkada DKI 2017 diperkirakan akan berlangsung sangat emosional dan menjadi ajang pertaruhan gengsi serta pelampiasan dendam kesumat tokoh-tokoh yang sudah lama saling bergesekan di panggung politik Indonesia. Bagian akhir yang menjadi penutup bagian ini adalah mengenai Duterte dan Hillary Clinton. Penulis menyebutkan bahwa merek berdua merupakan sosok pemimpin yang berani dan cerdas dalam berpolitik. Duterte berani mengeluarkan kebijakan politik untuk membasmi para pengguna dan pengedar narkoba dinegaranya. hal ini tentu menimbulkan banyak kecaman terutama dari Obama, Namun demikian, Duterte tidak peduli apa kata dunia, Ia tetap pada pendiriannya bahwa obat-obatan terlarang dapat menghancurkan bangsanya, Disisi lain, Hillary Clinton juga tidak kalah terkenal dari Duterte. Hillary Clinton muncul di panggung politik Amerika selama 24 tahun. Ia menjadi salah satu perempuan berpengaruh dan kuat di dunia. Dalam berpolitik, Hillary tidak semata mengandalkan kekuatan uang dan penguasaan media seperti Donald trump.Hillary mengandalkan rekam jejak perjalanan politik selama dua dekade lebih terakhir. Pesan yang penulis ingin coba sampaikan dari kisah Duterte dan Hillary adalah bahwa menjadi pemimpin harus memiliki integritas yang baik agar negara yang dipimpin menjadi lebih maju.

5. Kesimpulan

Kumpulan esai dari buku ini secara umum menjelaskan perjalanan politik negara Indonesia dari tahun 2014-2016. Penulis menggambarkan secara lengkap berbagai polemik yang ada dalam bidang politik pada masa itu. Mulai dari akhir masa jabatan SBY kemudian peralihan ke pemerintahan Jokowi dan kebijakan serta tantangan yang dihadapi pemerintahan Jokowi. Pesan yang ingin Penulis coba sampaikan adalah bahwa setiap pemerintahan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pada pemerintahan Jokowi contohnya Ia berhasil mengembangkan infrastruktur secara merata dari sabang sampai Merauke. sedangkan kekurangan Jokowi adalah banyaknya kasus korupsi yang terjadi serta wacana pelemahan KPK. Penulis juga memberikan contoh tokoh dunia yang berhasil dalam kepemimpinannya seperti Duterte dan Hillary Clinton. Dengan di tampilkannya dua tokoh tersebut dalam buku ini penulis berharap bahwa Indonesia kelak memiliki pemimpin yang berani, tegas, dan bijaksana seperti mereka. Presiden Jokowi memang muncul sebagai pemimpin yang cukup fenomenal dan berbeda. Tetapi, ia belum masuk ke dalam barisan pemimpin seperti Soekarno, fidel castro, Duterte, dan lainnya. Karena Jokowi bukan bagian dalam diri mereka, pantas saja sumber daya alam kita masih menjadi incaran bagi AS, Freeport contohnya.

6. Komentar

Menurut saya, Buku ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi yang ingin belajar mengenai politik Indonesia tahun 2014-2016 karena penulis menjelaskannya secara lengkap. Kelebihan dari buku ini diantaranya adalah penulis mengurutkan esai sesuai dengan periodenya sehingga mudah di pahami. Referensi yang digunakan penulis juga lengkap sehingga dapat dipercaya kebenarannya. Kekurangan dari buku ini antara lain adalah ada topik yang kurang tepat jika dihubungkan dengan politik di Indonesia seperti esai mengenai MotoGP dan Kemenangan sepakbola eropa. Beberapa kata dalam esai yang tertulis dalam buku ini juga dirasa sulit dimengerti jika buku ini dibaca oleh orang awam yang tidak mengetahui kata-kata atau kalimat politik seperti kata “elektabilitas”, “kapitalisme”, “legitimasi”, dan kata-kata lainnya. Solusi untuk masalah ini adalah penulis memberikan footnote pengertian sederhana untuk kata-kata yang dirasa sulit dimengerti orang awam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline