Jengkol menjadi tanaman fenomenal di Indonesia sejak kenaikan harganya yang sangat fantastis. Masyarakat menjadi panik seakan-akan tidak mampu hidup bila sehari tak makan jengkol. Padahal dibandingkan dengan bahan pangan lain seperti beras, kedelai, ataupun jagung mungkin pemanfaatan jengkol masih terbatas.
Jengkol adalah tanaman asli Asia tenggara termasuk Indonesia, keunikan aromanya justru menjadikan tanaman ini diminati masyarakat karena dipercaya mampu meningkatkan nafsu makan. Jengkol biasa dikonsumsi sebagai teman makan nasi dan sambal pada sebagian besar masyarakat melayu, baik berupa olahan yang digoreng ataupun berbentuk semur dan balado.
Sebenarnya kebermanfaatan jengkol tidak hanya untuk dikonsumsi. Tanaman ini memiliki banyak sekali potensi untuk dikembangkan di berbagai sisi.
Pengobatan tradisional biasa menggunakan jengkol untuk menstimulus buang air kecil dengan mencampur remahan bijinya lalu airnya diminum, selain itu secara turun temurun jengkol juga dimanfaatkan daun dan batangnya untuk mengobati sakit gigi, gusi, dan nyeri pada dada. Bidang farmakologi telah menunjukan kandungan zat yang bermanfaat untuk kesehatan terdapat diseluruh bagian jengkol.
Mulai dari biji, kulit batang, cangkang buah serta daun mengandung alkaloid seperti saponin, flavonoid dan tannin yang merupakan komponen yang dapat dijadikan sumber antioksidan. Salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan mengkonsumsi jengkol adalah diabetes mellitus. Beberapa penelitian menunjukan ekstrak kulit batang dan biji jengkol dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah manusia sehingga mengurangi resiko terjadi diabetes mellitus (DM).
Meskipun untuk mendapat hasil terbaik sebagai obat bahan alam perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, karena jika langsung dikonsumsi dengan secara berlebihan akan merusak ginjal karena kandungan asam jengkolat yang terdapat pada biji jengkol.
Di bidang peternakan, limbah jengkol berupa cangkang yang selama ini biasa dibuang dan hanya menjadi sampah ternyata mampu dijadikan pakan ternak sehingga dapat menjadi pakan alternative yang baik karena jengkol juga mengandung mineral, asam amino dan beberapa vitamin seperti A, B dan C yang sangat baik untuk tumbuh kembang hewan. Jengkol juga mulai dilirik sebagai bahan pestisida alami, kemampuan asam jengkolat dengan konsentrasi tinggi pada jengkol yang mampu merusak ginjal hewan mamalia termasuk hama pada tanaman yang tergolong mamalia seperti tikus.
Di daerah pedesaan Tasikmalaya yang menerapkan pertanian organik banyak yang menggunakan ekstrak jengkol untuk mengusir hama tikus di persawahannya. Walaupun selama ini masyarakat masih mempercayai terusirnya tikus karena tikus takut pada aroma jengkol bukan karena efek asam jengkolatnya. Di bidang pertanian lainnya telah di uji bahwa ekstrak jengkol dapat dimanfaatkan sebagai pupuk cair organic. Kandungan ekstrak jengkol yang baik mampu menstimulus pertumbuhan pada tanaman tanpa harus menggunakan pupuk buatan lagi.
Indonesia sendiri merupakan salah satu negara penghasil jengkol. Provinsi pemasok jengkol dipasaran adalah Sumatra Utara, Jawa barat, Jawa Tengah dan beberapa daerah di Kalimantan. Garut Selatan, Ciamis dan Tasik Malaya merupakan daerah yang berperan besar sebagai produsen jengkol Jawa Barat juga ada daerah seperti Sumedang yang memiliki areal pertanaman jengkol namun baru orang perorang.
Pertanaman jengkol di daerah-daerah tersebut masih dalam skala luasan yang kecil, baru berupa tanaman pekarangan rumah ataupun kebun-kebun kecil. Pengelolaan yang masih sangat sederhana menjadikan potensi jengkol masih belum berkembang baik.
Tim peneliti Fakultas Pertanian UNPAD telah melakukan expedisi di daerah-daerah tersebut selain Sumedang dan menghasilkan koleksi jengkol di kebun koleksi UNPAD sebanyak 15 jenis jengkol. Fakta dilapangan Tim UNPAD mendapatkan sekitar 30 jenis jengkol dari daerah Garut, Tasik dan Ciamis namun karena siklus hidup nya tidak sama maka jengkol yang berhasil di konservasi berupa biji sebagai bahan tanam, baru sekitar 15 jenis.