Seiring kita hidup dan berkembang di Indonesia, kita akan menyadari bahwa diskusi agama sering ditekan dan dianggap sebagai hal yang tidak perlu dilakukan, tidak berguna, dan bahkan tabu. Kerap kali ketika kita berusaha untuk memulai sebuah perbincangan yang kritis dan solutif mengenai validitas nilai kebenaran ajaran suatu agama, kita pasti sering dihadapkan dengan retorika seperti yang satu ini:
Udahlah, gausah dibicarain, keyakinan itu subjektif kan? Tergantung masing-masing orang ajalah..
Retorika ini terdengar cukup innocent dan sebenarnya berasal dari sebuah niat yang baik, niat yang berakar dari ketakutan terhadap munculnya pergesekan antaragama yang dapat muncul akibat pertidaksetujuan
Namun, saya kurang setuju. Bagi saya, perbedaan pendapat bukanlah sebuah alasan untuk berselisih hebat. Alih-alih, diskusi dan debat beragama seperti inilah yang mampu menimbulkan pemahaman antara satu agama dengan yang lain. Kita menjadi lebih memahami perihal perbedaan antaragama, bahwa bukan kita sajalah yang memiliki argumen yang kuat mengenai iman kita, bahwa pihak sebelah juga memiliki argumen yang tentunya layak didengarkan.
Proses intelektual akan pemahaman inilah yang mampu menciptakan respect dan rasa hormat antara satu agama dengan yang lain.
Menurut saya, sebuah diskusi dan perdebatan yang dilakukan secara good faith bukannya akan meruntuhkan kepercayaan dan toleransi kita, namun malah akan meruntuhkan dinding ketidakpahaman kita antara satu sama lain, membuka sebuah jalur untuk pemahaman, toleransi, dan akhirnya kemampuan untuk dapat ber-coexist dengan satu sama lain dalam kedamaian.
Di samping itu, agama adalah sebuah cara untuk menuju ke kebenaran, maka tidaklah kita bijak untuk menghalangi proses pencarian kebenaran ini. Bilamana memang terdapat kesalahan dalam cara bernalar kita hingga menuju agama, alangkah baiknya bila kita berefleksi dan mengevaluasi diri. Kurangilah rasa gengsi dan ketersinggungan. Karena seperti kata psikolog asal Kanada, Jordan Peterson:
"In order to think you must risk offending people."
Maka kurangilah rasa ketersinggungan kita, tingkatkan dialog dan pembicaraan itu, bahwasannya the pursuit of truth harus selalu diletakkan di atas perasaan kita.
Tentunya, toleransi akan mengikuti mereka yang mengejar kebenaran dengan tulus. Bagi mereka, perbedaan cara pikir bukanlah sesuatu yang perlu diperselisihkan, namun malah menjadi sesuatu yang perlu dirayakan dengan perdebatan yang didampingi dengan secangkir kopi hangat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H