Lihat ke Halaman Asli

Harus "PHT", Menyikapi Pasar Pangan Global

Diperbarui: 16 Maret 2017   22:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Dalam bab ini diulas jawaban atas pertanyaan-pertanyaan para peserta training dan seminar mengenai maksud dan tujuan penerapan pengendalian hama-penyakit terpadu. Para pembaca buku yang menerapkan usaha pertanian dan para sahabat petani banyak yang menanyakan jenis-jenis pestisida kimia dan cara penggunaan pestisida tersebut yang benar terhadap kasus serangan hama dan penyakit yang dialaminya di lapangan)

Penerapan sistem pengendalian hama-penyakit terpadu didorong oleh beberapa faktor, antara lain: 1) Program pembangunan nasional yang berwawasan lingkungan, 2) Kegagalan pengendalian hama penyakit selama ini, dan 3) Kesadaran terhadap keamanan pangan.

Dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dinyatakan bahwa perlindungan tanaman ditetapkan dengan sistem PHT (Pengendalian Hama-Penyakit Terpadu), dan pelaksanaannya merupakan tanggungjawab pemerintah dan masyarakat. Tujuan dikeluarkannya undang-undang ini adalah dalam rangka pembangunan nasional yang berwawasan lingkungan. Lebih jauh undang-undang tersebut bernuansa ekonomi dan politik, agar Indonesia tidak tersisih dari persaingan global.

Hasil penelitian oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang-Bandung, menginformasikan bahwa pengendalian hama penyakit tanaman secara kimiawi terhadap tanaman sayuran di Jawa Barat sudah melampaui batas yang direkomendasikan. Interval penyemprotan dilakukan sampai 2-3 kali per minggu. Dosis yang diterapkan sudah melebihi dari dosis anjuran. Bahkan beberapa petani sudah mulai mencoba mencampur sendiri beberapa pestisida sejenis untuk kepentingan pengendalian hama penyakit tanaman, karena menggunakan pestisida tunggal dianggap sudah tidak efektif lagi. Namun demikian tingkat serangan hama penyakit tanaman masih cukup tinggi.

Masalah keamanan pangan sudah menjadi masalah global. Beberapa negara maju sudah memberikan perhatian khusus untuk mengurangi akibat residu bahan kimia beracun dalam makanan terhadap gangguan kesehatan konsumen. Salah satu upaya yang ditempuhnya adalah dengan pembatasan kandungan residu pestisida pada makanan segar dan olahan. Contoh negara yang sangat ketat memberlakukan aturan ini adalah Jepang dan Singapura. Apalagi dalam era perdagangan bebas seperti sekarang, maka sudah saatnya semua pihak untuk menerapkan sistem PHT dalam penanggulangan hama penyakit tanaman. Jika tidak, maka Indonesia nantinya hanya akan menjadi negara importir hasil pertanian dari negara lain.

Prinsip Dasar Pengendalian Hama-PenyakitTerpadu (PHT)

Penerapan Pengendalian Hama-Penyakit Terpadu (PHT) dilandasi oleh empat prinsip dasar, yaitu: a) Budidaya tanaman sehat, b) Pemanfaatan perangkap dan musuh alami, c) Pengamatan Rutin, dan d) Melatih petani sebagai pakar PHT.

a. Budidaya Tanaman Sehat

Prinsip ini merupakan faktor terpenting dalam upaya pengendalian hama penyakit tanaman. Tanaman yang sehat dan kuat akan mampu bertahan terhadap serangan hama penyakit. Seandainya sempat terserang, maka akan lebih cepat mengatasi kerusakannya akibat serangan hama penyakit tersebut. Oleh karena itu setiap rencana penanaman sayuran, mulai dari pemilihan lokasi, penentuan varietas/kultivar, penyemaian, persiapan lahan, pemeliharaan tanaman dan sebagainya, disarankan untuk mengacu pada prosedur standar yang sudah teruji di lapangan. Dengan demikian akan diperoleh vigor tanaman yang sehat dan kuat, sehingga tahan terhadap serangan hama penyakit.

b. Pemanfaatan Perangkap dan Musuh Alami

Beberapa jenis hama tanaman sayuran (contohnya thrips, lalat daun dan lalat buah) tidak harus menggunakan pestisida untuk membasminya. Perangkap hama tersebut yang cukup sederhana bisa digunakan untuk menekan populasinya. Salah satunya adalah perangkap lekat yang memanfaatkan botol bekas air mineral atau potongan pipa paralon yang diolesi dengan produk dengan merek glumon atau cherry glue . Atau lempengan plastik warna kuning atau biru muda yang diolesi dengan lem tikus (bisa juga menggunakan botol bekas air mineral yang ke dalamnya dimasukkan gulungan kertas warna kuning). Untuk memudahkan pengolesan lem tikus bisa dengan dua cara, yaitu: 1) lem tikus dipanaskan pada api, 2) lem tikus dicairkan dengan sedikit bensin (premium). Akan lebih efektif hasilnya jika dicampurkan cairan “eugenol” (feromon sintetis) dalam lem tikus yang akan dioleskan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline