Brunei sebenarnya sudah berbuat cukup banyak untuk memajukan sepak bola dinegaranya. Namun penduduknya yang terlalu sedikit cuma 421 ribu orang akan kesulitan mencari pemain berbakat. Tapi mereka tetap memimpikan untuk menjadi juara setidak tidaknya di ASEAN.
Menurut saya sukar bagi mereka untuk membuat keajaiban. Mungkin jalan yang terbaik adalah mencari bibit terbaik dengan berburu pemain bola di negara yang sama dengan mereka. Direkrut anak anak muda dari negara tetangga yang seagama dan sejalan adat istiadatnya menjadikan warganegara ditambah dengan warga sendiri.
Banyak yang bersedia menjadi pemain melihat makmurnya negara tersebut dengan segala yang gratis, pendidikan, kesehatan dan sebagainya sampai keluar negeri.
Brunei memiliki kemampuan keuangan yang lebih dari cukup. Bukan cuma naturalisasi pemain asing yang berbeda dengan adat istiadat mereka menjadikan para naturalisasi itu tidak betah.
Jadi bukan cuma mendatangkan pelatih asing saja, pentingnya bakat pemain serta kemauan.
Dapat kita lihat pandangan miring dari pelatih asing sebagaimana yang dilansir sebuah harian Inggris mengatakan "bak seolah dinegara antah berantah " ketika berada di Brunei Darusalam.
Di Brunei, sepak bola cukup favorit tapi menjadi pemain sepak bola bukanlah pilihan utama masyarakatnya. Alasannya karena tingkat pendapatan yang tidak menarik dan prospek karir yang rendah.
Mereka pernah bangga, ketika
DPMM Brunei yang bermain di Singapore Premier League menjadi juara. Prestasi tersebut bisa dibandingkan dengan kemenangan Leicester di Liga Inggris 2016.
Adalah kisah pelatih Inggris Ady Pennock yang menurut saya bernada miring karena ketidak tahuannya tentang negara yang penduduknya taat kepada agama (Islam)