Apa yang terjadi di Irak adalah aksi unjuk rasa brutal menyebabkan petugas keamanan menembak mati pengunjuk rasa.
Sebuah tindakan berlebih lebihan, bisa berakibat lebih buruk.
Irak 29 Agustus, kemaren bentrok besar pasukan keamanan dan pengunjuk rasa dan jam malam segera berlaku pada malamnya.
Setidak tidaknya 15 orang tewas, sementara yang terluka diperkirakan ratusan orang. Dilansir dari Fox News , kerusuhan terjadi setelah Muqtada al-Sadr, seorang ulama Syiah berpengaruh, mengumumkan pengunduran dirinya dari politik setelah menang pemilu legislatif karena kebuntuan dalam pemerintahan.
Massa pendukung Muqtada al-Sadr marah dan menerobos pintu istana. Protes juga pecah di provinsi selatan yang didominasi Syiah.
Pndukung al-Sadr membakar ban dan memblokir jalan. Pada saat yang sama, ratusan orang pemprotes di luar gedung pemerintah daerah di Missan.
Penjabat Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi meminta al-Sadr untuk mendesak para pendukungnya agar mundur dari gedung-gedung pemerintah dan menghentikan unjuk rasa.
Pemerintah Irak berada dalam kebuntuan politik ketika partai al-Sadr memenangkan kursi terbanyak dalam pemilihan parlemen Oktober 2021, tetapi dianggap belum cukup untuk membentuk pemerintahan mayoritas.
Akibatnya pendukung tidak puas, unjuk rasa yang bisa menjerumuskan Irak ke dalam ketidakstabilan.
Terbiasa dengan pukulan, Al-Sadr telah mengumumkan pada pagi hari di Twitter "penarikan terakhirnya" dari politik.
Pendukung Syiah, termasuk Muqtada Al-Sadr, gagal mencapai kesepakatan tentang pemerintahan.