Para ahli mengklaim bahwa kurangnya valuta asing dan penurunan nilai mata uang domestik telah menciptakan situasi yang mengerikan di Sri Lanka.
Sri Lanka mengalami krisis ekonomi yang sangat parah karena tidak bisa membayar pinjaman luar negeri.
Sri Lanka telah menyatakan ketidakmampuannya untuk membayar 51 miliar utang luar negeri. Tidak ada gunanya mengimpor kebutuhan masyarakat karena krisis ekonomi telah berubah menjadi krisis politik.
Bangkrutnya Sri Lanka adalah karena utang dengan China. Kebijakan pemerintah yang salah urus di bidang pertanian dan ekonomi serta epidemi Covid-19 Namun Bengladesh mengklaim tidak seperti itu. Meski di Bangladesh cadangan devisanya juga saat ini semakin menipis tapi eksportnya banyak perbaikan.
Di Bengladesh pemerintah telah berusaha meningkatkan pendapatan. Permintaan tekstil Bangladesh, produk pertanian, kulit dan produk kulit meningkat di luar negeri dan lebih ditingkatkan lagi.
Pemerintahan PM Hasina berencana meningkatkan ekspor dan berharap bahwa krisis akan diselesaikan dalam beberapa bulan ke depan.
Bangladesh yang punya penduduk 160 juta itu juga mengalami krisis dalam utang tapi tidak parah.
Utang masyarakatnya disejumlah Bank juga macet dan bank-bank Bangladesh kesulitan mencari dana.