Lihat ke Halaman Asli

Pamer Baju Lebaran Bukan Didominasi Perantau

Diperbarui: 26 April 2022   20:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Cagar Budaya Rumah Gadang Muh Soleh di Kota Pariaman. Foto: hallonusa.com

Pamer Lebaran, bukan didominasi orang kota saja kalau pulang ke desa. 

Di Pariaman,  malahan jadi kewajiban kalau tidak malu dengan orang kampung. Apa boleh buat, orang "sumando" menjinjing daging istilahnya "bantai" atau daging baru sapi yang baru saja disembelih. Makin banyak, makin naik nama (dulu?)

Laki-laki membawa pulang dengan menjinjing. Makin banyak "bantai" makin disebut orang. Ada lagi kewajiban menantu atau semenda. Begitu juga beli baju baru dan semua harus dapat. 

Bagi pengantin baru, disebut "Bali Hari Rayo." Kewajiban membelikan baju, perhiasan dan "emas"  bagi pengantin wanita yang datang kerumah mertua lelaki

Tanggung jawab pihak keluarga laki laki di Pariaman menjelang  lebaran pertama sesudah menikah. Tahun kedua tidak lagi masalah. 

Adat di Minang kalau menikah disebut "berumah" Laki laki di Minang kalau belum menikah tidak punya rumah. Karena rumah adalah untuk (milik) anak perempuan.

Jadi kalau menikah mungkin disebut berumah.
"Kama barumahnyo?" atau "dimana dia menikah." 

Tapi laki laki Minang  tidak perlu mengeluh. Kalau sudah berumah tangga istri punya rumah dan warisan. Jarang sekali  perempuan Minang tidak punya warisan.  Harta pusaka (hampir) tidak bisa dijual atau digadaikan. 

Jadi kalau sudah menikah tinggal dirumah istri. Bercerai seperti "abu diatas tunggul" Tinggal pergi saja. Kini sudah banyak berubah.  Istri dan suami sudah memikirkan punya rumah sendiri. Apalagi kalau merantau. Kewajiban lebih besar bagi lelaki. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline