Krisis di Ukraina telah menjerumuskan hubungan AS-Rusia ke titik terendah sejak Perang Dingin.
Krimea sekarang menjadi wilayah Rusia. Meskipun tawanan perang telah dipertukarkan dan kedua belah pihak telah sepakat untuk menarik kembali senjata berat, kesepakatan yang ditandatangani pada 12 Februari di Minsk sejauh ini gagal menghentikan pertempuran di Ukraina Timur.
Bagi Washington, konflik antara Barat dan Rusia telah menjadi lebih dari sekadar konflik atas integritas wilayah Ukraina.
Jika tidak ada solusi yang layak untuk konflik Ukraina, pengamat percaya bahwa "pemenang" krisis yang tidak disengaja bisa jadi adalah Cina.
Alasannya menurut data dari Dana Moneter Internasional, Cina kini telah melampaui Amerika Serikat sebagai ekonomi nomor satu dunia yang diukur dengan paritas daya beli.
Beijing juga terlibat dalam pembangunan militer besar-besaran.
Cina berusaha untuk muncul sebagai kekuatan dominan di wilayahnya sendiri dan juga dunia.
Rusia membantu mendorong kebangkitan Cina. Jika AS dan Eropa tidak memperbaiki hubungan permusuhan mereka dengan Rusia, Cina akan berada dalam posisi yang kuat untuk melawan AS lebih cepat.
Ekonomi Rusia merosot karena jatuhnya harga minyak dan sanksi Barat.
Dalam upaya putus asa untuk mencegah bencana ekonomi, Rusia beralih ke Asia untuk menjual sumber daya alamnya, mendapatkan pinjaman dan membentuk pengaturan militer baru.
Pada Mei 2014, misalnya, Moskow dan Beijing menandatangani kesepakatan gas senilai US$400 miliar .