Namaku Tania Irawati. Perempuan dewasa, single dengan pekerjaan yang sangat mapan. Aku kelahiran Indonesia tetapi mengalir darah dari berbagai bangsa di tubuhku. Bapakku Indonesia, Ibu Belanda, yang merupakan anak tunggal dari pasangan Belanda dan Jerman.
Tujuhpuluhlima persen penampilan fisikku adalah 'bule' istilah orang Indonesia untuk bangsa kulit putih tetapi berhubung lahir di Jawa, dialekku sangat medhok Jawa. Setengah usia hidupku memang dihabiskan di negeri ibuku tetapi sejak umur tujuhbelas tahun aku tinggal di Indonesia hingga aku dewasa sekarang.
Baru setahun lalu, aku dipindahkan ke Indonesia, untuk memimpin kantor cabang baru di Yogyakarta. Belajar mandiri di negeri maju, ketika hidup di Indonesia pun aku sudah terbiasa sendiri.
Aku tinggal di sebuah apartemen yang lumayan bagus di Yogyakarta. Apartemen di kota ini baru mulai dikenal orang dan tampaknya akan menjadi tren baru kehidupan orang Jogja. Tak kusangka, orang yang tinggal dan memiliki apartemen di Jogja dicitra sebagai orang dengan kelas ekonomi tinggi. Awalnya aku merasa baik-baik saja dengan berbagai label yang dilekatkan orang padaku.
Perempuan kaya,cantik, single, dan hidup sendiri di apartemen. Menjadi single di usiaku sekarang tampaknya sering menimbulkan percakapan dari mulut ke mulut. Aku tidak tahu bahwa urusan pribadi ternyata bisa menjadi perbincangan publik yang sangat hangat di kota ini.
Bahkan di kalangan teman-teman kerjaku. Mereka sering mengatakan bahwa ada label buruk yang akan melekat jika perempuan seusiaku tidak menikah dan berkeluarga. Menjadi single di usia matang bukan merupakan pilihan hidup yang dapat diterima publik.
"Memang label apa?" tanyaku pada temanku. Lelaki yang sepuluh tahun lebih muda dariku. Dia karyawan satu tim, yang sudah setahun ini bekerja di divisi yang sama denganku.
"Ah...kamu tidak ingin tahu. Abaikan saja."
"Serius, kamu minta aku mengabaikan gunjingan orang?"
Adrian, temanku ini, membuka headsetnya dan menatapku.
"Kalaupun aku lebih senang kamu kalau memiliki pasangan dan akhirnya berkeluarga, itu juga bukan karena tekanan sosial." jawabnya, "Hidup ini tidak mudah. Dunia itu kejam. Ada kalanya kita tidak akan kuat menghadapi sendiri."