Lihat ke Halaman Asli

Yudi Kurniawan

TERVERIFIKASI

Psikolog Klinis, Dosen

Tiga Filosofi Air: Karena Air Tahu Kemana Ia Bermuara

Diperbarui: 4 April 2017   18:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13534234251841257349

Beberapa pekan ini, hampir setiap sore, kota Yogyakarta dan sekitarnya diguyur oleh hujan. Kadang bisa dalam bentuk gerimis yang romantis, di lain waktu hujan turun seperti air yang dicurahkan dari langit. Hujan dan air selalu menyibakkan misteri dan inspirasi. Anda pasti mengenal bau tanah basah setelah hujan. Bagi saya, bau tanah basah setelah hujan adalah bau yang sangat eksotis. Dengan catatan, bukan tanah yang berada di dekat selokan kotor ya. Biasanya, tanah basah berpadu dengan rerumputan akan menciptakan sensasi bau yang benar-benar membangkitkan imajinasi.

[caption id="attachment_217288" align="alignleft" width="300" caption="Air (sumber gambar: giggs17.blogspot.com)"][/caption] Seperti hujan sore ini, dari pinggir jalan saya memerhatikan aliran air yang memenuhi selokan. Kemudian ia mengalir entah ke mana. Setelah hujan agak reda, air pun mengalir dari daun dan jatuh kembali ke tanah. Sepertinya karena terlalu memerhatikan perilaku air, menurut saya ada tiga filosofi air yang amat mulia dan analog dengan perilaku manusia. Mau tahu filosofinya:

Pertama, air selalu mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Kalau saya tidak salah ingat, dahulu saya mendapatkan pelajaran mengenai sifat-sifat air ketika duduk di bangku kelas 3 sekolah dasar. Salah satu sifat tersebut adalah perilaku air yang selalu mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah. Kecuali di zaman modern ketika mesin pompa sudah ditemukan, pada zaman dahulu tentu amat susah untuk menaikkan air dari tanah ke permukaan yang lebih tinggi.

Saya yakin, Tuhan menciptakan air agar manusia bisa mengambil pelajaran darinya. Menurut saya, sifat air yang selalu mengalir ke tempat rendah analog dengan sikap rendah hati pada manusia. Air selalu ingin berguna bagi makhluk hidup yang ada di bawahnya. Ibarat pemimpin, air adalah pemimpin yang melayani. Jika ia berada di posisi teratas, maka ia akan menjadi pelayan bagi orang-orang yang membutuhkan di bawahnya. Apalagi air identik dengan sumber kehidupan. Maka tidak salah jika sifat pertama ini saya analogikan dengan pemimpin yang melayani. Pemimpin yang melayani adalah sumber kesejahteraan bagi masyarakat yang ia pimpin.

Kedua, air selalu mengisi ruang-ruang yang kosong. Cobalah Anda buat sebuah kotak kedap air yang bersekat tapi memiliki celah. Kemudian isi kotak tersebut dengan air. Air pasti akan berusaha memenuhi kotak tersebut dengan wujudnya. Perlahan tapi pasti, melalui celah antar sekat, air akan mengisi kotak tersebut hingga penuh.

[caption id="attachment_217286" align="alignleft" width="300" caption="Percikan air (sumber gambar: sourceflame.blogspot.com)"]

1353422973846301864

[/caption] Manusia yang baik adalah manusia yang berusaha mengisi kekosongan hati dari manusia lainnya. Dengan meniru sifat air, kita seharusnya bisa menjadi penolong bagi manusia lainnya yang sedang bermasalah atau kekurangan. Tentu, jika sifat air yang kedua ini benar-benar kita teladani, kita selalu memiliki waktu untuk melengkapi kehidupan manusia lainnya. Artinya, kita menjadi manusia yang senang menolong dan suka berbagi. Karena sebenarnya, batin kita terisi setelah memenuhi kekurangan dari saudara kita.

Ketiga, air selalu mengalir ke muara. Tak peduli seberapa jauh jaraknya dari muara, air pasti akan tiba di sana. Sebenarnya saya tidak setuju dengan orang yang menggunakan pepatah “hiduplah mengalir seperti air” untuk menguatkan gaya hidup yang tidak punya arah dan serampangan. Justru sebenarnya dengan kita meniru air yang mengalir, kita seharusnya punya visi kehidupan. Hal utama yang patut diteladani dari perjalanan air menuju muara adalah sikapnya yang konsisten. Bayangkan, ada berapa banyak hambatan yang dilalui oleh air gunung untuk mencapai muara? Mungkin ia akan singgah di sungai, tertahan karena batu, kemudian bisa saja masuk ke selokan. Tapi toh akhirnya ia tetap mengalir dan tiba di muaranya. Waktu tempuh air untuk sampai ke muara sangat bervariasi. Ada yang hanya beberapa hari, tapi ada juga yang beberapa minggu. Patut diingat, hal terpenting bukanlah waktu tempuh yang akan dilalui, tapi seberapa besar keyakinan untuk menuju muara atau visi atau impian yang akan kita gapai.

Oke, itulah tiga filosofi air yang bisa saya umpamakan dengan perjalanan kehidupan manusia. Jika Anda memiliki filosofi lain terkait dengan air, silakan ditambahkan ya.

Selamat meneladani sifat air

@yudikurniawan27

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline