(bagian akhir dari "Sayap Kecil Darimu")
Aku bukanlah satu-satunya anak perempuan dalam keluargaku.
Emak dan bapakku adalah orang tua yang hebat. Kasih sayang dan pengertian mereka kepada tujuh anak-anaknya membuat kami tak pernah merasa ragu untuk mengejar impian setinggi-tingginya.
Dua orang kakakku, mas Nana dan mbak Nanik lebih tertarik ke dunia politik. Sementara adikku, Nining baru saja menyelesaikan pendidikan dokternya. Nuno ambil kuliah jurusan teknologi pertanian dan Nara bercita-cita menjadi guru olah raga sehingga dia kini menekuni kuliahnya di jurusan pendidikan olah raga. Dan yang paling bontot, Nunu kelakuannya mirip denganku sewaktu kecil, masih kelas satu SMA dengan aktivitas sekolah yang seabreg dia tekuni.
Emak selalu mengabarkan kegiatan Nunu kepadaku, macam-macam saja yang dia kerjakan, seolah tidak bisa diam sesaat saja. Namun aku senang, emak dan bapak jadi tidak merasa kesepian di rumahnya.
Orang tuaku tercinta itu selalu menanamkan pentingnya pendidikan kepada anak-anaknya. Dalam lingkungan Jawa kami, bapakku sering berfilosofi mengajarkan banyak hal tentang bagaimana menjalani hidup ini. Salah satu ajaran bapak yang masih membekas padaku adalah kata-kata beliau menyampaikan kutipan dari Serat Wulangreh, sebuah karya sastra berupa tembang Jawa karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV, yang berbunyi : "ngelmu iku kalakone kanthi laku, lekase lawan kas, tegese kas nyantosani, setya budya pangekese durangkara", yang artinya ilmu itu bisa dipahami/dikuasai harus dengan cara, cara pencapaiannya dengan kemauan kuat dan usaha keras, kokohnya karakter yang bisa menaklukkan kejahatan.
Berbekal kata-kata bapak itu, aku selalu lebih cepat menyelesaikan sekolah daripada standar yang ditetapkan. Program akselerasi selalu aku selesaikan dengan mudah. Kuliah S1, aku tempuh kurang dari 3 tahun, program Magister selesai kurang dari 3 semester dan kini mungkin aku perempuan satu-satunya yang bakal bisa menyelesaikan Doctoral Degree kurang dari satu tahun pada universitas bergengsi di Bangkok ini. Disertasiku tentang unintentional injury telah di approve oleh prof Kridda, dan dia memintaku untuk segera mempersiapkan Doctoral Disertation Seminar dengan segera, pada bulan ini juga.
Banyak hal telah terjadi semenjak peristiwa bom di Hua Hin. Aku semakin dekat dengan prof Kridda. Dua bulan berikutnya peristiwa duka kembali menyelimuti negeri ini. Raja Thailand Bhumibol Adulyadej meninggal dunia dalam usia 88 tahun. Semua masyarakat sangat menghormati dan mencintai Yang Mulia Raja, tidak terkecuali prof Kridda. Aku selalu ikut menemani prof Kridda dalam berbagai acara pribadinya termasuk ketika ada undangan dari istana. Hubungan kami tidak lagi sekedar hubungan mahasiswi dan pembimbingnya sejak malam itu, malam yang tak terlupakan di Pattaya, sehari setelah Anin mengatakan bahwa Ardi melamar dirinya, yang kemudian membulatkan tekadku untuk selalu bersama dengan pria yang selama ini membimbingku dalam disertasi itu.
"Sa-wat-dii khrap, Nuni. Are you ready for presentation?"kata prof Kridda memulai sidang seminar disertasiku.
"Sa-wat-dii kha, prof. Yes, I am ready."
Yap. Aku sangat siap memaparkan disertasiku di dalam seminar doktoral hari ini. Lebih dari 11 bulan aku bergelut dengan materi disertasi yang sangat kusukai ini, maka tak ada alasan untuk tidak siap.