Lihat ke Halaman Asli

Eksplorasi Konsep TIRTA sebagai Model Coaching

Diperbarui: 13 Agustus 2021   23:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Model TIRTA sebagai salah satu model yang digunakan dalam pengaplikasian proses coaching.  DI aktivitas ini calon guru penggerak diberi akses untuk memahami salah satu model coaching yaitu model TIRTA. Dalam memahami aktivitas konsep TIRTA calon guru penggerak  dituntut untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan reflektif.

1. Dari semua langkah dalam model TIRTA, langkah manakah yang menurut Anda paling menantang? Mengapa?

Saya berpendapat bahwa langkah yang paling menantang dalam model TIRTA adalah Rencana Aksi. Rencana Aksi merupakan akumulasi dari tujuan dan identifikasi. Rencana Aksi juga menjadi patokan, komitmen atau tanggung jawab apa yang akan disepakati dan dijalankan secara kontinyu. 

Di Aksi nyata kita membutuhkan energi yang lebih, mengerahkan segala strategi dan pendekatan untuk mencaoai tujuan umum yang telah disusun. Berbagai cara dilakukan dalam aksi nyata terkadang kita pun mencari alternatif lain untuk menjalankan sebuah aksi nyata dengan menyertakan berbagai kemungkinan yang bakal terjadi. 

Di Aksi nyata lah kemampuan kita dalam melakukan proses coaching sangat dibutuhkan. Bagaimana kita kelihayan kita, potensi dan keterampilan kita dikerahkan untuk menggali potensi coachee dalam menyelesaikan masalahnya sendiri. 

Di aksi nyata kepiawayan seorang coach terlihat bagaimana coach mampu merefleksi cochee untuk dapat mengerahkan potensi yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah coachee sendiri bukan diberikan solusi atau berbagi pengalaman.

2. Kendala apakah yang mungkin akan Anda hadapi ketika Anda menggunakan langkah-langkah     dalam model TIRTA ketika berupaya melakukan sesi coaching dengan murid Anda di sekolah? 

  • Tujuan umum tidak secara menyeluruh dipahami baik oleh coach maupun oleh coachee
  • Ketertutupan seorang coachee menjadi batu sandungan yang menghambat berlansungnya proses coaching. bahkan kepasifan murid dalam berkomunikasi menjadi hambatan tersendiri bagi guru sebagai coach walaupun berbagai usaha dilakukan tetap saja tak beubah.
  • Walaupun tujuan umum telah disusun dengan begitu jelasnya atau identifikasi masalah telah mengena terkadang aksi nyata suka tidak sesuai harapan dan target. karena tidak terjalinya kerja sama optimal antara coach dan coachee
  • Terkadang tanggung jawab yang seharusnya dipegang sebagai komitmen bersama antara guru sebagai coach dan murid sebagai coachee dilanggar dan tidak dilakukan oleh salah satu aspek baik coach maupun coachee.



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline