Aku masih menunggu dalam getir yang tak selesai. Enggan beranjak dari bangku yang kemarin, di tempat yang sama saat kita memutuskan usai. Masih tak percaya, bayangmu juga masih berpendar-pendar di kepalaku.
Pergilah jika memang harus, aku butuh waktu. Tidak sepertimu yang sudah tertawa, sudah berganti warna. Sudah berkelana mensinggahi berbagai rupa istana dan muara. Sudah meminum embun, dan mencium wangi bunga.
Dan ...
Kamu sengaja memperlihatkan dimataku, menegaskan bahwa kamu sudah bisa bergerak pergi tanpa menoleh. Kamu mengajakku lupa bahwa kita tak pernah bersama. Yang terjadi adalah sejarah yang tak pantas ada.
Kita benar-benar tlah selesai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H