Lihat ke Halaman Asli

Strategi TMII Raih Penghargaan UNESCO

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1334783672227772587

Tiga puluh tujuh tahun sudah TMII hadir di tengah-tengah kita untuk mengenalkan dan melestarikan budaya Indonesia. Selama itu pula, pengelolaan yang dilakukan BP3 TMII  telah menunjukkan antusias, kerja keras dan program yang teroganisir dalam upaya untuk melestarikan, mengembangkan dan melakukan pendidikan budaya.

Gagasan besar pelestarian budaya Indonesia lewat pembangunan TMII, yang dicetuskan oleh Ibu Tien Suharto di tahun 1970 itu, ternyata sejalan   dan selaras dengan program kerja UNESCO, badan PBB yang mengurusi bidang ilmu pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan. Khususnya  terkait dengan konvensi tahun 2003 tentang Warisan Budaya Takbenda.

Karena itulah, tidak heran apabila TMII yang merupakan obyek wisata budaya yang cukup edukatif ini oleh pemerintah akan diajukan sebagai nominator Warisan Budaya Takbenda kategori Best Practices.

Layak Disambut

Rencana pemerintah mengajukan TMII sebagai nominator  peraih penghargaan Warisan Budaya Tak Benda kategori Best Practices layak disambut gembira dan didukung sepenuhnya. Mengapa demikian? Tak lain karena dengan diraihnya penghargaan tersebut, maka : [caption id="attachment_175501" align="alignright" width="300" caption="warisan budaya takbenda"][/caption]

1.Prestise Indonesia di mata dunia tentu akan naik, khususnya terkait dengan kualitas kebudayaan dan sistem pengelolaan yang dimilikinya. Salah satu mata budaya terpilih dianggap sebuah warisan yang amat penting dan kelestariannya akan menjadi atensi serius bagi penduduk dunia

2.Terbukanya peluang mendapatkan berbagai dukungan baik berupa program maupun pendanaan dari UNESCO. Khususnya yang terkait dengan upaya pelestarian budaya bangsa. Bantuan itu tentu akan menambah daya angkat bagi para pemikir dan praktisi dalam penyelamatan budaya bangsa yang terancam kepunahan ataupun memperkokoh budaya yang relatif masih eksis di masyarakat.

3.Tentu, akan memberikan dampak nyata pada meningkatnya minat dan perhatian khalayak dunia pada kebudayaan Indonesia. Sekaligus secara tidak langsung merupakan stimulus positif bertambahnya jumlah wisatawan manca Negara. Bila ini terjadi, tentu saja efek multiplier ekonomi akan berlangsung dengan konsekuensi gerak roda ekonomi bidang pariwisata akan berjalan makin kencang.

4.Secara esensial akan menjadi faktor eksternal dalam menguatkan rasa bangga terhadap budaya sendiri di kalangan masyarakat Indonesia, Hal ini penting artinya ketika  kebanggaan sebagai masyarakat Indonesia seringkali dikikis dengan berbagai tindak teroris, anarkis, manipulatif dan koruptif.

5.Dalam konteks pendidikan, akan mampu menstimulir makin derasnya alur masuk pelajar/mahasiswa luar negeri yang menempuh pendidikan di Indonesia, khususnya yang mengambil bidang studi budaya dan humaniora.

Toh demikian, kita layak menyadari jalan masih panjang harus dilalui untuk menjadikan TMII sebagai penerima penghargaan bergengsi dari UNESCO. Tentu saja, prosesnya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Maklum,  penghargaan prestisius itu tentu juga diminati banyak Negara. Jadi, ada persaingan yang sangat ketat untuk meraihnya.

Untung saja, Indonesia sudah punya pengalaman sukses meraih penghargaan ini. Setidaknya, saat Indonesia memperoleh penghargaan Best Practises terdahulu, yang diterima dalam Pendidikan dan Latihan Warisan Budaya Batik untuk Siswa SD, SMP, SMA, SMK, dan Politeknik dalam kerja sama dengan Museum Batik di Pekalongan

Modal Awal

Eksistensi TMII yang menaruh spirit pelestari budaya Indonesia di dalam setiap gerak langkah pengembangannya, membuat product positioning yang ditawarkan tidak sekedar taman rekreasi, tetapi lebih condong menjadi taman belajar yang menyenangkan tentang budaya Nusantara.

Begitu pula daya tarik yang disajikan, memberi peluang adanya pengalaman instan nan baru bagi masyarakat agar bisa bisa melihat, merasakan dan menikmati getaran halus budaya Indonesia lewat berbagai aktivitas budaya dari berbagai anjungan  provinsi di seluruh Indonesia.

Berpijak dari totalitas kiprahnya itulah sederat prestasi diraih, baik dari pemerintah DKI ataupun pemerintah Indonesia.  Bahkan   dalam lingkup yang lebih luas, TMII berhasil menyabet Penghargaan Pelestarian Kebudayaan Global Award dari Pacific Asian Travel Association (PATA) ditahun 1987 dan 1995 (www.tamanmini.com)

Berbagai penghargaan itu, merupakan salah satu bukti faktual yang tidak bisa dipandang sebelah mata, bahwa TMII selama ini benar-benar telah berupaya menunjukkan unjuk kerja yang nyata dalam pelestarian, pengembangan dan pendidikan budaya.

Berbagai Upaya

Berpijak dari keyataaan di atas, langkah untuk mewujudkan TMII terpilih menjadi nominator dan memperoleh penghargaan Best Practicess dari UNESCO, tentu saja layak dibarengi dengan    meningkatnya lobi-lobi Pemerintah Indonesia lewat perwakilan di luar negeri. Khususnya kepada negara-negara yang menjadi anggota tim penilai program pemberian perhargaan ini.

Upaya berbagai lobi tersebut akan semakin penting fungsinya, tatkala persaingan untuk mendapatkan Best Practicess sangat ketat. Berdasarkan pengalaman, penghargaan dari UNESCO ini memang diperebutkan oleh banyak negara, kemampuan lobi yang dilakukan secara efektif, merupakan salah satu kartu truf untuk mendapatkan penghargaan.

Selain itu, upaya mengokohkan diri dan membulatkan tekad meraih Best Pratices dari UNESCO, maka TMII layak melakukan berbagai langkah berikut :

1.Meningkatkan intensitas pentas budaya menjelang dan selama proses penilaian berlangsung.

Dalam meningkatkan agregat kegiatan budaya, maka TMII perlu melakukan singkronisasi visi dengan “para pemilik anjungan”. Khususnya untuk peningkatan frekuensi penyelenggaraan  eksihibisi, festival, kompetisi dan invitasi mata budaya takbenda tradisional.

Di dalamnya termasuk seni drama tradisonal semacam topeng banjet, ludruk, ketoprak ataupun wayang orang. Juga seni olah vocal tradisional semacam geguritan, jula-juli, nyinden dan panembromo.  Serta seni tari tradisional  seperi remo, gambyong, gandrung, linda dan pemung tawai. Begitu pula dengan seni musik tradisional seperti calung, dongkrek, tanjidor, odrot, gamelan ataupun hadrah.

2.Meningkatkan kordinasi dan memfasilitasi para praktisi budaya untuk menyelenggarakan berbagai upacara ritual semisal ruwatan sukerta, jamasan pusaka,  potong gigi dan berbagai seremoni tradisional lainnya

3.TMII semakin intensif dalam merespon terhadap berbagai budaya daerah yang selama ini masih belum banyak muncul ke permukaan. Terutama berbagai  seni pertunjukan yang mungkin mulai ditinggalkan oleh  masyarakat pendukungnya dan mendekati kepunahan, semisal wayang beber dan wayang klitik

4.Meningkatkan orientasi pembelajaran budaya tradisional yang terprogram.

TMII layak menjalin kerjasama dengan Kementerian Pendidikan Nasional agar obyek wisata budaya yang diresmikan Pak Harto di tahun 1975 ini dijadikan  referensi untuk melakukan observasi, penelitian dan kajian bagi siswa sekolah secara nasional. Hal ini tentu akan memberikan kesempatan kepada TMII untuk menggelar acara budaya yang makin intensif di banyak kesempatan.

Dalam konteks inilah sesunguhnya secara nyata Best Practices yang selama ini ingin di raih, justru secara impementatif telah menjadi program  yang tentu saja sangat berguna bagi upaya pelestarian dan pengembangan budaya Indonesia.

Program kunjungan, pengenalan dan pelestarian budaya daerah inilah bisa dioptimalkan  dengan mengajak seluruh pemangku kepentingan baik di tingkat provinsi maupun nasional. Bisa jadi sebagai bentuk  proyek percontohan, kerjasama ini bisa dirintis dengan pemerintah propinsi DKI Jakarta.

5.Meningkatkan solidaritas dan kohesifitas sosial terhadap gerakan pelestarian budaya Indonesia. TMII tak Cuma sekedar menjadi tempat yang cukup representative untuk menggelar berbagai seminar, lokakarya ataupun workshop budaya saja. Tetapi secara aktif mencoba mengajak, mendorong, menstimumulasi dan memfasilitasi berbagai kegiatan yang bernafas kelestarian, pengembangan dan pendidikan budaya.

6.Meningkatkan kemampuan coverage dan kapasitas sumberdaya komunikasi massa yang dimiliki TMII. Baik yang berupa saluran televisi konvensional, televisi streaming ataupun majalah Indonesia Indah.

Sumberdaya dalam komunikasi massa itu layak dioptimalkan dalam rangka visualisasi dan dokumentasi setiap pernik kebudayaan yang dilangsungkan di TMII.

Kompilasi berbagai  dokumen grafis memberikan kontribusi sangat penting dalam  proses penilaian yang dilakukan oleh UNESCO.

Bahkan bila perlu, dibangun sebuah Pusat Penyiaran dan Dokumentasi Kebudayaan lndonesia yang akan  menambah kredibilitas  TMII sebagai peraih penghargaan Best Practices Warisan Budaya Tak Benda dari UNESCO.

Ekspektasi

Lewat beragam upaya  di atas, diharapkan secara faktual akan makin memperkuat image TMII sebagai pelestari, pengembang dan pendidik budaya yang memang berhak menyandang penghargaan Best Practices dari UNESCO.

Akhirnya, andai saja persiapan matang telah dicanangkan, program kerjasama telah digelindingkan dan lobi-lobi terus dijalankan, TMII akan memiliki peluang besar  memperoleh penghargaan bergengsi tersebut. Karena itulah, mari terus kita perjuangkan!

*Direktur Polibisnis Wahana Adi Hutama

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline