Lihat ke Halaman Asli

Yudhistira Jatmiko

Analis Keimigrasian Ahli Pertama Direktorat Jenderal Imigrasi

Peran Imigrasi dalam Perdagangan Internasional pada Pelabuhan Laut

Diperbarui: 22 Desember 2020   10:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Republik Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang dua pertiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada posisi strategis karena berada dipersilangan rute perdagangan dunia sehingga peran pelabuhan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi maupun mobilitas sosial serta perdagangan sangat besar. 

Globalisasi di seluruh sektor kehidupan masyarakat dunia juga membuat perdagangan dunia, kegiatan ekspor impor menjadi sebuah keharusan. Tugas dan fungsi keimigrasian sangat erat tentunya dengan kegiatan ekspor impor atau perdagangan dunia yang dilakukan. Sebagian besar kegiatan ekspor impor dilakukan melalui pelabuhan laut yang tentunya telah ditetapkan menjadi Tempat Pemeriksaan Imigrasi serta pelabuhan atau terminal khusus yang telah ditetapkan menjadi Tempat Pemeriksaan Imigrasi.

Kegiatan pemeriksaan keimigrasian pada kedatangaan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi Pelabuhan Laut secara umum tidak berbeda dengan pemeriksaan keimigrasian pada Tempat Pemeriksaan Imigrasi Udara ataupun Lintas Batas Darat. Penanggung Jawab Alat Angkut dalam hal ini perusahaan keagenan kapal yang datang dari luar negeri wajib memberitahukan rencana kedatangan secara tertulis atau elektronik kepada Pejabat Imigrasi sesuai dengan Pasal 18 ayat 1 Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. 

Namun, pemeriksaan pada awak alat angkut laut selain melakukan pemeriksaan pada paspor, perlu memperhatikan buku pelaut yang mencantumkan status pelaut dalam alat angkut, klasifikasi keahlian dan menjadi dasar pemberian tanda masuk dan izin tinggal yang diberikan mengingat izin tinggal yang diberikan kepada awak alat angkut berbeda dengan penumpang. Awak alat angkut mendapat izin tinggal dalam waktu enam puluh hari dan tidak dapat diperpanjang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 Tentang Peraturan Pelaksana Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. 

Pemeriksaan buku pelaut bersamaan dengan daftar awak alat angkut yang diberikan penanggung jawab alat angkut juga dapat mengantisipasi adanya penumpang gelap atau yang didefinisikan oleh International Maritime Organization sebagai Stowaway. Alur pelayaran yang panjang, melintasi berbagai wilayah perairan dan negara membuat alat angkut laut sangat rawan dengan adanya penumpang gelap yang tidak tercantum dalam daftar awak alat angkut ataupun daftar penumpang, sebagai Pejabat Imigrasi atau petugas pendaratan tentunya harus mempunyai pengetahuan atau keahlian tambahan dalam melakukan pemeriksaan pada awak alat angkut laut agar tidak salah dalam klasifikasi awak alat angkut laut karena erat hubungannya dengan pemberian tanda masuk dan izin tinggal yang diberikan. 

Selain melakukan pemeriksaan pada paspor, buku pelaut serta daftar awak alat angkut, petugas imigrasi perlu melakukan pemeriksaan pada dokumen persetujuan berlayar awak alat angkut dari pelabuhan sebelumnya atau biasa disebut port clearance dan daftar sepuluh pelabuhan terakhir atau biasa disebut voyage memo. 

Dua dokumen ini diperlukan agar kita mengetahui bahwa alat angkut ini telah memenuhi seluruh kewajiban pada pelabuhan sebelumnya serta mengetahui kesesuaian informasi dan dokumen rencana kedatangan yang diberikan penanggung jawab alat angkut serta alur pelayaran yang telah dilalui. Saat keberangkatan kita kembali memeriksa paspor, buku pelaut dan daftar awak alat angkut serta daftar penumpang jika ada, kita wajib memperhatikan hal ini karena mungkin saja saat bersandar di pelabuhan laut terjadi aktifitas pertukaran awak alat angkut baik yang bergabung ataupun turun pada pelabuhan laut kita.

Aktifitas pertukaran awak alat angkut selama masa pandemi Covid-19 dibatasi oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui Surat Edaran Nomor SE 43 Tahun 2020 pada 11 Pelabuhan Laut, yaitu Belawan, Tanjung Balai Karimun, Batam, Merak, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Makassar, Benoa, Sorong, Ambon dan Bitung dengan tetap mematuhi protokol kesehatan penanganan Covid-19. 

Terhadap pelabuhan selain 11 pelabuhan tersebut diatas Pejabat Imigrasi dapat berkoordinasi dengan instansi yang berwenang di bidang kepelautan dan kepelabuhanan sebelum memberikan persetujuan bergabung dengan alat angkut atau meninggalkan Wilayah Indonesia tidak dengan alat angkutnya, sesuai dengan Surat Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI.2.UM.01.01-5.9272 Tanggal 08 Desember 2020. 

Kepada awak alat angkut yang akan bergabung pada alat angkutnya yang berada pada Wilayah Negara Republik Indonesia wajib mengajukan persetujuan visa kunjungan  dalam rangka bergabung pada alat angkut yang berada pada Wilayah Indonesia melalui laman Persetujuan Visa Online (visa-online.imigrasi.go.id) serta melapor kepada Kantor Imigrasi yang wilayah kerjanya meliputi Tempat Pemeriksaan Imigrasi dimana alat angkut tersebut bersandar serta melampirkan surat pemberitahuan Join Vessel dan Paspor Kebangsaan yang sah dan masih berlaku untuk diberikan cap Join Vessel. 

Terhadap awak alat angkut yang akan meninggalkan Wilayah Indonesia tidak dengan alat angkutnya, wajib melapor kepada Kantor Imigrasi yang wilayah kerjanya meliputi Tempat Pemeriksan Imigrasi dimana alat angkut tersebut bersandar serta melampirkan surat permohonan exit permit, dokumen perjalanan dan tiket penerbangan ke negara asal / keluar Wilayah Indonesia untuk selanjutnya dapat diterakan cap pemulangan atau Exit Pass.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline