Bagi masyarakat awam, jika mendengar imigrasi tentu yang terpikir pasti pelayanan keimigrasian, hal itu tidak salah namun juga tidak sepenuhnya benar. Dibalik fungsi pelayanan, imigrasi juga mempunyai fungsi pengawasan keimigrasian yang melekat pada pelayanan.
Menurut pasal 1 Permenkumham No 4 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Pengawasan Keimigrasian, Pengawasan Keimigrasian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengumpulkan, mengolah serta menyajikan data dan informasi keimigrasian warga negara Indonesia dan orang asing dalam rangka dipatuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keimigrasian. Pengawasan keimigrasian dibagi menjadi pengawasan administratif maupun pengawasan lapangan, baik bagi warga negara Indonesia maupun orang asing.
Salah satu bentuk pengawasan administratif bagi WNI dilakukan saat pemberian Dokumen Perjalanan Republik Indonesia atau yang lazim disebut paspor, hal yang mungkin kita pandang sebagai suatu kegiatan yang murni pelayanan namun sebenarnya sisi pengawasanlah yang lebih besar didalamnya, karena didalamnya melalui serangkaian pemeriksaan dan verifikasi berkas serta wawancara yang menilai kelayakan pemohon untuk diberikan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia, pengawasan lapangan pun dapat dilakukan dalam hal terdapat keraguan mengenai keterangan hasil wawancara, keabsahan dokumen persyaratan yang dilampirkan ataupun kewarganegaraannya, dengan cara mendatangi tempat tinggal pemohon, kelurahan tempat tinggal pemohon dan instansi yang menerbitkan dokumen domisili dan identitas diri pemohon.
Jika didalam rangkaian tersebut pemohon terbukti memberikan data yang tidak sah ataupun keterangan yang tidak benar, pemohon dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan bunyi pasal 126 huruf c UU No 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian " memberikan data yang tidak sah atau keterangan yang tidak benar untuk memperoleh Dokumen Perjalanan Republik Indonesia bagi dirinya sendiri atau orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) " . Tanpa fungsi pengawasan keimigrasian pemberian paspor takkan tepat, bisa saja ternyata orang asing yang diberikan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia ataupun akan disalahgunakan untuk maksud dan tujuan yang melawan hukum seperti tindak pidana perdagangan orang dan penyelundupan manusia.
Dalam hal penggantian Dokumen Perjalanan Republik Indonesia karena hilang, dokumen perjalanan tidak dapat langsung diberikan, diharuskan melalui pengawasan berupa pemeriksaan yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan sesuai dengan pasal 40 ayat 2 Permenkumham No. 8 Tahun 2014 Tentang Paspor Biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor.
Penggantian paspor karena hilang pun tidak luput dari biaya denda dan penangguhan pemberian penggantian paspor sesuai dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan.
Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 41 Permenkumham No. 8 Tahun 2014 Tentang Paspor Biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor, musibah yang dialami oleh yang bersangkutan antara lain kebakaran, kebanjiran dan gempa bumi, dapat diberikan penggantian langsung dan dibebaskan dari denda, namun jika ditemukan adanya unsur kekurang hati-hatian dan terjadinya kehilangan di luar kemampuan pemegang paspor biasa, diberikan penggantian paspor biasa dan dikenakan denda sebesar biaya paspor biasa yang hilang atau rusak, tetapi jika ditemukan adanya unsur kecerobohan atau kelalaian disertai alasan yang tidak dapat diterima,.
Pemberian Paspor biasa dapat ditangguhkan paling sedikit 6 (enam) bulan sampai dengan paling lama 2 (dua) tahun serta dikenakan denda 2 (dua) kali lipat dari biaya Paspor biasa yang hilang atau rusak. Hal ini tentu menjadi catatan bagi pemegang Dokumen Perjalanan Republik Indonesia agar lebih berhati-hati dalam menjaga dokumen perjalanan yang dimilikinya, karena terdapat pengawasan keimigrasian yang dapat menimbulkan denda dan penangguhan penggantian jika ternyata dokumen perjalanan hilang karena kecerobohan dan kelalaian sendiri.
Pengawasan keimigrasian dalam penerbitan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia juga bertujuan melindungi pemohon yang akan menggunakannya, seringkali ditemukan kasus pengguna dokumen perjalanan ditolak masuk negara tujuan karena ternyata yang bersangkutan memberikan data palsu saat memohon paspor agar bisa masuk kembali ke negara tujuan dan hal tersebut terekam dalam perlintasan negara tujuan, terdapat perbedaan data paspor dan data diri saat masuk kembali ke negara tujuan.
Bagi Calon Pekerja Migran Indonesia hal ini juga menjadi perwujudan peran aktif Direktorat Jenderal Imigrasi dalam memberikan perlindungan bagi Calon Pekerja Migran Indonesia, Direktorat Jenderal Imigrasi perlu melakukan pengawasan dan pengendalian dalam penerbitan dokumen perjalanan bagi pemohon yang rentan menjadi korban perdagangan orang.
Selain pengawasan keimigrasian dalam penerbitan dokumen perjalanan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi yang terpenting tentu dibutuhkan kerja sama dari instansi penerbit dokumen identitas diri lainnya agar senantiasa menjaga integritas serta selalu terbuka dalam pertukaran informasi mengenai hal terkait.