Lihat ke Halaman Asli

Yudhistira Widad Mahasena

Designer, future filmmaker, K-poper, Eurofan.

Editorial: Anak Zaman Sekarang Boleh Mencampurkan Bahasa Indonesia dan Inggris dalam Kehidupan Sehari-Hari

Diperbarui: 26 Mei 2023   17:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bismillahirrahmanirrahim.

Ali bin Abi Thalib r.a., menantu Nabi Muhammad SAW sekaligus khalifah keempat, pernah berkata, "Didiklah anakmu sesuai zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu."

Saya besar di zaman sekarang, tumbuh dewasa di zaman sekarang. Saya hidup di zaman yang mana anak-anak zaman sekarang sudah pandai mencampurkan bahasa Indonesia dan Inggris dalam kehidupannya sehari-hari. Gunanya supaya mereka sekalian belajar bahasa asing, namun tetap memelihara kebiasaan berbahasa Indonesia.

Saya telah hidup selama hampir 24 tahun, pastinya akan menikah, menjadi suami dan ayah. Jika saya punya anak, saya ingin membiasakan anak saya mencampurkan bahasa Indonesia dan Inggris. Tentunya dengan rasio yang seimbang antara bahasa Indonesia dan Inggris, 50:50. Alasannya seperti yang disebutkan, yaitu saya ingin anak saya bisa berbahasa Inggris saat besar, namun tetap memelihara bahasa ibunya. Karena kedua bahasa ini sama pentingnya dalam kehidupan kita.

Quote me on this:
Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional
Bahasa Arab adalah bahasa Alquran
Namun bahasa Inggris adalah bahasa pembuat uang

Anak zaman sekarang harus dibiasakan berbahasa Inggris (asal tidak full) supaya tidak susah jika dia bekerja di luar negeri dan punya klien dari luar negeri untuk dilayani.

But! Ada but-nya. Ketika anak mau berbicara bahasa Inggris di lingkungan sekitarnya, dia harus tahu dia berbicara ke siapa. Karena tidak semua orang di dunia ini berpendidikan cukup tinggi untuk belajar bahasa Inggris. Ada yang memang tidak tamat SMA atau bahkan tidak menempuh pendidikan formal sama sekali sehingga kurang pendidikan bahasa asing. Contoh, jika berbicara dengan tukang sayur.

Tentunya tukang sayur tidak terlalu well-educated untuk mengerti bahasa Inggris. Nanti yang ada dia menjadi tersinggung karena dia tidak mengerti apa yang kita ucapkan dengan bahasa yang memang tidak dia pelajari karena tidak berpendidikan formal.

Contoh lain adalah supir angkot. Fun fact-nya adalah, saya kadang mengucapkan thank you jika membayar angkot. OK, mungkin kebanyakan supir angkot tidak mengerti bahasa Inggris, namun setiap supir angkot yang mendengar saya mengucap thank you sama sekali tidak keberatan saya mengucapkan kata tersebut. Tetapi saran saya, jangan. Alasannya sama dengan berbahasa Inggris dengan tukang sayur, takut tidak sopan dan menyinggung perasaannya.

Bandingkan jika kita berbahasa Inggris dengan penjaga toko seperti kopi, catem, atau es krim. Pedagang catem banyak kita temui di mal-mal di kota kita. Beda dengan tukang sayur dan supir angkot, dia mengerti apa yang kita ucapkan dalam bahasa Inggris. Dia sudah well-educated dan kerap melayani customer dari negara luar.

Kesimpulannya:
Berbahasa Inggris itu boleh, namun lihat juga tipe orang yang kita ajak bicara bahasa Inggris. Jangan sampai menyinggung perasaannya dan harus bisa menjaga etika pula. Etika itu teramat vital dalam kehidupan manusia. Pastinya jika saya sudah menjadi seorang ayah, saya ingin mendidik anak saya agar beretika pula, sesuai zamannya. Karena dia pastinya tumbuh besar di zamannya, bukan zaman saya. Pola pikirnya juga pasti akan jauh berbeda dengan pola pikir saya.

Tabik,
Yudhistira Mahasena




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline