Bismillahirrahmanirrahim.
Hari ini kita akan melanjutkan #KINANTI (Kisah Nabi, Selalu Dinanti) dengan pembahasan kisah Nabi Harun a.s. Dia adalah kakak biologis Nabi Musa a.s.
Harun diangkat menjadi nabi untuk mendampingi Nabi Musa a.s.
Ketika masih kecil, Nabi Musa mulutnya pernah terbakar bara api. Akibatnya, dia tidak dapat berbicara dengan jelas. Kebalikannya dengan Harun, yang berbicara dengan lancar. Tutur bahasanya sopan. Kata-katanya jelas. Kemampuannya yang bisa diandalkan dalam hal berdebat sangat dibutuhkan dalam berdakwah. Namun, Harun punya kelemahan: dia kurang ahli dalam memimpin.
Salah satu kisah Nabi Harun yang mudah diingat yaitu 40 hari menjadi pemimpin Bani Israil. Ceritanya, Nabi Musa harus menjalankan puasa selama 30 hari karena memohon agar Bani Israil diberikan kitab sebagai pedoman hidup. Namun, dia diharuskan menggenapkan puasanya menjadi 40 hari dan ke Bukit Sinai untuk menghadap Allah SWT.
Selama kepergian Nabi Musa, yang mengajak 70 orang menyertainya ke Bukit Sinai, Nabi Harun menjadi pemimpin Bani Israil. Tugas utama Harun yaitu jangan sampai kaum Bani Israil terjerumus kembali ke dalam kesesatan.
Kaum Bani Israil kecewa dan menganggap Nabi Musa tersesat dan mengajak Bani Israil mencari Tuhan lain. Maka, mereka lalu menyembah patung sapi yang dipahat oleh Samiri, seorang munafik. Kesesatan Bani Israil membuat Harun kecewa. Dia harus kembali meluruskan Bani Israil, namun mereka tidak mau.
Sekembalinya Nabi Musa dari Bukit Sinai, alangkah kecewanya ketika dia mendapati Bani Israil sedang mengitari patung sapi. Akhirnya Nabi Musa mendatangi Samiri dan mengusirnya. Umat Bani Israil pun kembali menyembah Allah SWT.
Dalil tentang kisah Nabi Harun a.s.:
"Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikankanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau." (Q.S Thaha: 29-33).
Stay tuned besok karena kita akan membahas kisah Nabi Zulkifli a.s. Saya butuh research untuk membahas kisahnya besok, karena saya belum pernah mendengar kisahnya secara detail semasa sekolah.
Tabik,
Yudhistira Mahasena