Bismillahirrahmanirrahim.
Beberapa waktu yang lalu, film "My Annoying Brother" versi Indonesia tayang di bioskop. Film ini merupakan versi remake dari film Korea berjudul pada tahun 2016, yang dibintangi oleh Doh Kyungsoo, Jo Jungsuk, Park Shinhye, dll. Adapun versi Indonesia dari film "My Annoying Brother" dibintangi oleh Angga Yunanda, Vino G. Bastian, Caitlin Halderman, Kristo Imanuel, dan bintang perfilman lainnya.
"My Annoying Brother" versi Indonesia memiliki jalan cerita yang sama dengan versi aslinya di Korea, yaitu seorang judoka muda profesional bernama Kemal Solihin (Angga Yunanda) yang mengalami cedera yang menghilangkan penglihatannya saat sedang bertanding. Sementara itu, abangnya, Jaya Solihin (Vino G. Bastian), baru saja dibebaskan dari penjara setelah sebelumnya mendekam karena kasus penipuan. Awalnya Kemal risih akan kehadiran Jaya, namun mereka belajar menerima kembali satu sama lain sebagai kakak beradik. Hingga suatu hari, saat Kemal sedang bertanding di PON, dia mendengar bahwa Jaya menderita kanker stadium 4 dan hanya punya waktu singkat untuk mengucapkan selamat tinggal kepada sang adik dari jauh.
Tetapi, kita di sini bukan untuk membahas film tersebut. Kita akan membahas tentang olahraga yang ditekuni Kemal di film "My Annoying Brother" versi Indonesia, yaitu judo. Apa itu judo? Dan siapa sajakah judoka kebanggaan Indonesia yang berjaya mengharumkan nama Indonesia di panggung dunia?
Judo adalah sejenis seni bela diri modern tanpa senjata yang dikembangkan oleh Jigoro Kano pada tahun 1882. Judo adalah olahraga pertarungan, olahraga Olimpiade (sudah dilombakan sejak 1964), dan bentuk gulat jaket yang paling menonjol yang pernah dilombakan secara internasional.
Tujuan olahraga ini adalah menjatuhkan lawan, melumpuhkannya dengan jepitan, atau memaksa lawan untuk menyerah dengan kuncian sendi atau cekikan. Meskipun serangan dan penggunaan senjata termasuk dalam beberapa bentuk (kata) yang telah diatur sebelumnya dalam judo, hal tersebut tidak sering dilatih dan termasuk ilegal dalam kompetisi judo atau latihan bebas.
Judo lahir dari tangan seorang polimatik dan pendidik asal Jepang, Jigoro Kano (lahir dengan nama Jigoro Shinnosuke; 1860-1938). Kano dilahirkan dalam sebuah keluarga yang relatif kaya; ayahnya, Jirosaku, adalah putra kedua dari kepala pendeta kuil Shinto Hiyoshi di Prefektur Shiga. Beliau menikah dengan Sadako Kano, putri dari pemilik perusahaan pembuat sake Masamune dan diadopsi oleh keluarga Sadako, sehingga mengganti namanya menjadi Kano.
Kano muda tumbuh menjadi pemuda yang cerdas; ketika menginjak usia 7 tahun, beliau belajar bahasa Inggris, shodo (kaligrafi Jepang), dan Shisho (Empat Teks Konghucu) di bawah naungan beberapa tutor. Ketika berusia 14 tahun, Kano mulai bersekolah di sekolah berbahasa Inggris, Ikuei-Gijuku, di Shiba, Tokyo. Budaya bullying yang merajalela di sekolah ini memicu Kano mencari dojo jujutsu untuk berlatih.
Pada usia 17 tahun, ketika kuliah di Universitas Tokyo, Kano mengetahui bahwa beberapa guru jujutsu telah dipaksa untuk mengejar karir alternatif.
Saat itulah beliau berguru kepada Fukuda Hachinosuke, seorang guru di sekolah Tenjin Shin'yo-ryu (khusus jujutsu) yang mengelola sebuah dojo bertikar sembilan di mana beliau mengajari lima orang murid, termasuk Kano. Fukuda meninggal pada tahun 1880. Saat Fukuda menghembuskan napas terakhirnya, Kano diberikan gulungan dojo keluarga Fukuda.