Bismillahirrahmanirrahim.
Sesuai janji, episode ke-10 dari serial Kenali Jakartamu sebagai serangkaian postingan untuk merayakan hari ulang tahun Kota Jakarta yang ke-497 akan membahas tentang kesenian khas Jakarta.
Mungkin zaman sudah berubah, dan seiring dengan kemajuan teknologi, budaya lokal mulai ditinggalkan. Anak zaman sekarang lebih hafal lagu berbahasa asing daripada lagu daerah. Mereka lebih suka makan ayam fried chicken daripada ayam goreng bumbu ungkep. Dan mereka lebih sering bermain fighting game di komputer daripada petak umpet. Akibatnya, banyak budaya kita diklaim oleh negara lain. Namun, syukur alhamdulillah, budaya Jakarta atau Betawi masih lestari selama bertahun-tahun di antara gempuran budaya modern.
Kita akan membahas lima di antaranya.
1. Tanjidor
Tanjidor adalah sebentuk kesenian Betawi dalam rupa orkes. Secara etimologis, tanjidor berasal dari kata bahasa Portugis "tangedor", yang berarti musik. Kesenian ini sudah dimulai sejak abad ke-19 atas rintisan seorang tokoh militer dari kalangan Mardijkers, Augustijn Michiels, yang dikenal juga sebagai Mayor Jantje. Alat-alat musik yang digunakan dalam tanjidor mirip dengan yang mereka pakai dalam drumband atau marching band. Ada trombon, piston, klarinet, cabasa, simbal, marakas, kuarto, genderang bas, genderang senar, silofon, marimba, vibrafon, dan bahkan tuba.
Video tentang kesenian tanjidor ini diunggah oleh saluran YouTube "Percira Rawabelong". Rawabelong adalah salah satu kawasan di Jakarta Barat.
Bagi Anda yang besar di tahun 90-an, pasti ingat adegan lucu di sinetron "Si Doel Anak Sekolahan" di mana Atun terjepit tanjidor. Momen itu menjadi momen tidak terlupakan bagi generasi 90-an.
2. Tari ronggeng blantek