Bismillahirrahmanirrahim.
Serial yang akan saya tulis kali ini akan sedikit random, namun ditulis untuk merayakan ulang tahun Kota Jakarta yang ke-497 tanggal 22 Juni 2024 ini.
Sebagai warga kota Cimahi, Jawa Barat, saya sangat bersyukur lahir dari rahim seorang ibu yang berasal dari Jakarta. Dan karena ulang tahun Jakarta tinggal sebentar lagi, saya berpikir, hm, mengapa tidak merayakannya dengan sebuah serial baru? Maka saya dengan sengaja menulis serial ini. Judul serialnya adalah "Kenali Jakartamu!", membahas kota Jakarta, dari sejarah awalnya, pembagian administratifnya, tempat wisatanya, budayanya, makanan khasnya, dll. Saya akan menulis serial ini terhitung mulai hari ini sampai 22 Juni, yaitu ulang tahun Jakarta.
Episode pertama akan mulai dengan pembahasan tentang sejarah awal Jakarta. Kita akan membahasnya dari awal sekali.
Sejak masa pendudukan Jepang pada tahun 1942, nama Jakarta memang sudah untuk menyebut wilayah bekas Gemeente Batavia yang diresmikan oleh pemerintah Hindia Timur Belanda pada tahun 1905. Namun, sepanjang sejarah, Jakarta sudah berkali-kali berganti nama, dan semua berawal pada abad ke-12, di sebuah pelabuhan di pantai utara Jakarta, yang dikenal sebagai Pelabuhan Kalapa. Pelabuhan ini menjadi pelabuhan terpenting di era Kerajaan Pajajaran. Kemudian, ketika Islam masuk ke Indonesia dan dilanjut dengan datangnya kaum penjajah Eropa, Pelabuhan Kalapa, atau yang dikenal dengan nama Sunda Kelapa, diperebutkan antara kerajaan-kerajaan di Nusantara dan Eropa.
Semua berubah pada tanggal 22 Juni 1527, ketika seorang laksamana dari Kesultanan Cirebon dan tokoh penyebar Islam, Fatahillah, berhasil menyerang dan menduduki Sunda Kelapa serta merebutnya dari Portugis. Pelabuhan tersebut diberi nama Jayakarta oleh orang-orang Demak dan Cirebon. Pada hari itu, sebuah kota telah lahir - sebuah kota yang nantinya akan menjadi salah satu kota terpenting di Indonesia. Kota tersebut menggunakan nama Jayakarta dari sejak diduduki Fatahillah pada tahun 1527 hingga 1619.
Pada tanggal 30 Mei 1619, Belanda menyerang Jayakarta dan diberi izin untuk berdagang. Dari yang awalnya hanya membangun bangunan separuh kayu, akhirnya Belanda menguasai seluruh Jayakarta, saat Jan Pieterszoon Coen menjadi Gubernur Jenderal VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie; Perusahaan Hindia Timur Belanda). Awalnya Coen mengusulkan Jayakarta dinamai ulang sebagai Nieuwe Hollandia, namun De Heeren Zeventien di Belanda mengusulkan nama Batavia untuk mengenang suku Batavi, sebuah suku Jermanik yang mendiami daerah di tepi Sungai Rhein pada zaman Kekaisaran Suci Romawi.
Selama 300 tahun lebih, dari 1619 hingga 1942, Batavia menjadi nama ibukota Hindia Timur Belanda. Hingga kini, bangunan bekas zaman penjajahan Belanda masih berdiri kokoh sebagai bagian dari Kota Tua, sebuah tempat wisata di Jakarta Barat.
Bekas Balai Kota Batavia kini dikenal sebagai Museum Fatahillah atau Museum Sejarah Jakarta. Pengadilan Batavia menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik, dan kantor administrasi Batavia kini dialihfungsikan sebagai Cafe Batavia, yang selama dua dekade telah menyajikan pesona old-world paling keren di Jakarta.
Pada tahun 1942, Jepang menyerang Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang, Batavia berganti nama menjadi Djakarta (menggunakan ejaan lama) untuk menarik hati penduduk pada masa Perang Dunia II. Hingga pada tahun 1945, Jakarta menjadi saksi dibacakannya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Ir. Soekarno, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Pegangsaan, Menteng, Kota Jakarta Pusat.
Sejak Indonesia merdeka hingga sebelum tahun 1959, Djakarta merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 1959, Djakarta dinaikkan statusnya dari sebuah kotapraja menjadi daerah tingkat satu yang dipimpin oleh gubernur. Gubernur pertamanya yaitu Pak Soemarsono Sosroatmodjo, seorang dokter tentara yang diangkat langsung oleh Presiden Soekarno. Sejak saat itu, Jakarta terus mengalami pergantian gubernur.