Berbeda! Dalam demokrasi, perbedaan adalah hal yang dihargai. Pertukaran pikiran dibutuhkan untuk menjaga nalar sehat.
Bahkan dalam spektrum yang terlihat nyeleneh sekalipun. Disisi lain, pemikiran multiperspektif menjadi ruang untuk mengukur tingkat kematangan percakapan.
Salah satu yang trending menjadi pembicaraan publik adalah viralnya potongan pendek podcast dengan topik politik dinasti.
Secara garis besar, host diskusi tersebut menilai politik dinasti sebagai Asian Value, merupakan bagian hak asasi manusia, dan bukan sebuah kesalahan karena semua pihak happy.
Tentu saja hal itu memantik diskusi yang meluas. Kita perlu membagi premis yang diajukan tersebut, dalam horizon berpikir pada kehidupan demokrasi sebagai pilihan kita model bernegara. Politik dinasti atau kekerabatan, sesungguhnya menempatkan kekuasaan secara terbatas dalam dominasi elit.
Akumulasi kuasa itu dipergilirkan pada circle yang kecil, dilandaskan garis keturunan. Proporsi pemilik kekuasaan akan bergantung kentalnya trah dan aspek kekeluargaan. Apakah ini merupakan Asian Value? Bisa saja, bila melihat definisinya sebagai nilai Timur yang berbeda dari norma Barat.
Pemaknaan Asian Value menjadi antitesis konsep negara Barat, yang mempromosikan demokrasi dan kebebasan sebagai prinsip dasar.
Pada Asian Value formula pokoknya harmoni, titik sentralnya terletak pada keluarga dengan model kerjasama. Hal tersebut merupakan nilai baik, tetapi bukan tidak ada kritik.
Sebagian kalangan menafsir paradoks, upaya internalisasi Asian Value adalah strategi untuk melanggengkan kekuasaan di ruang sempit.
Partikularisme nilai ketimuran Asia, berlawanan dengan universalisme Barat. Nilai demokrasi diktum awalnya mengharuskan sirkulasi, sehingga keberimbangan diukur dari kesetaraan pada akses kuasa secara adil.