Lihat ke Halaman Asli

Yudhi Hertanto

TERVERIFIKASI

Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Mengurai Akar Sejahtera

Diperbarui: 28 September 2021   14:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dimana harapan kesejahteraan dilabuhkan? Dalam wilayah kehidupan bersama, kita menyalakan imajinasi ruang serta waktu, tentang relasi kesetiakawanan dan kebersamaan layaknya sebuah komunitas, Benedict Anderson, Imagined Communities, 2008.

Pada teritori tersebut, sejahtera menjadi harapan yang menyatukan kepentingan bersama. Pemenuhan hirarki kebutuhan hidup, sebagaimana Abraham Maslow, menyebut tentang basis fisiologis -aspek fisik, hingga fase puncak terkait aktualisasi diri.

Problem utamanya, manusia menyisakan ruang konflik dengan berlaku layaknya serigala bagi manusia lain -homo homini lupus. Situasi itu membuat jargon si vis pacem, para bellum mengemuka, bahwa damai hanya tercipta bila kita selalu bersiap untuk perang.

Era modern menghadirkan realitas fisik yang berubah. Model pembangunan dengan mengedepankan pendekatan perang -warfare, seperti perang dunia, beralih menjadi berorientasi kesejahteraan -welfare. Kondisi kehidupan penduduk menjadi pokok tujuan terpenting dalam konsep bernegara.

Indikator kesejahteraan mulai dikuantifikasi, berdasarkan ukuran yang terkontrol. Simbol nilai dalam angka-angka menjadi representasi dari yang dinamakan sejahtera. Pertumbuhan ekonomi, total pendapatan nasional hingga  perkapita menjadi alat ukur baru.

Meski begitu jurang kesenjangan, ketimpangan dan prinsip keadilan kerap tidak terlihat dari angka-angka yang tampil ke publik.

Darrel Huff, dalam buku Berbohong dengan Statistik, 2002, menyatakan bahwa data serta angka statistik kerap bias informasi, bukan hanya kelemahan metodologis pengambilan sampel, juga tentang kekeliruan penyajian kesimpulan karena faktor kepentingan.

Campur Tangan Negara

Berkaitan dengan upaya mewujudkan kesejahteraan, maka peran negara sebagai entitas yang mengelola seluruh legitimasi dan mengkonsentrasikan kekuasaan bagi pencapaian tujuan kehidupan bersama menjadi vital.

Transformasi negara modern yang mengadopsi kehendak kehidupan sejahtera, tidak lagi menjadi negara penjaga malam -nachtwachterstaat, dengan fokus pada keamanan dan ketertiban, melainkan beralih pada upaya pemenuhan hidup yang lebih sejahtera -welfare state.

Dengan begitu, negara dipaksa untuk bisa menghadirkan kehidupan yang lebih baik secara berkeadilan, termasuk menurunkan tingkat ketimpangan, mengurangi jarak kesenjangan, dan menciptakan masyarakat yang makmur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline