Lihat ke Halaman Asli

Yudhi Hertanto

TERVERIFIKASI

Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Bu Tejo di Negeri Influencer

Diperbarui: 26 Agustus 2020   10:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tangkapan layar YouTube/Ravacana Films via Grid.id

Tenggelam dalam badai informasi. Peran Bu Tejo dalam film pendek Tilik, berdurasi 32 menit itu, membuat bingkai alur cerita yang sederhana menjadi ciamik. 

Drama yang tersaji dari produksi film tahun 2018 itu, masih relevan dengan situasi aktual. Tidak heran, film pendek garapan rumah produksi Ravacana ini menjadi kampiun di beberapa festival film.

Bu Tejo adalah kita. Realitas yang mewakili bagaimana kehidupan sosial kita di era modern, yang difasilitasi dengan kemewahan digital. Internet menjadi medium akselerasi informasi, sekaligus menciptakan ruang disinformasi. Konflik dan ketegangan juga tampil mengemuka melalui media sosial. Sisi baik buruk tidak terpisahkan.

Sekali lagi, film pendek Tilik secara ringkas merangkum perilaku sosial dari seluruh kehidupan kita. Tidak hanya di perkotaan, tetapi daya jangkau dunia maya sampai hingga pedesaan, membentuk perilaku baru dari masyarakat digital dalam jejaring sosial. 

Perdebatan tentang ending film Tilik yang dianggap menciptakan memberikan ruang tafsir pembenaran bagi penyebar informasi keliru tanpa konfirmasi, hingga membentuk stereotip tentang perempuan pedesaan adalah bentuk keberhasilan film pendek itu untuk membangun ruang diskusi publik, lengkap dengan pro-kontra kehadirannya. 

Rantai Influencer

Bila berkaca dengan menggunakan figur Bu Tejo, maka format komunikasi yang dibangun adalah model komunikasi dua tahap -two step flow, dengan melibatkan peran para pemimpin opini. Informasi yang tampil di sosial media, diterjemahkan oleh opinion leader untuk semakin meluaskan jangkauan informasi.

Hambatan dalam proses komunikasi tersebut adalah potensi missing link informasi. Jarak komunikasi yang semakin meluas, membuat kemungkinan distorsi informasi terjadi. Bisa berkurang, atau semakin bertambah dari informasi awal, atau bahkan berbeda dan berubah dari pesan informasi di bagian awal.

Bila Anda pernah melihat kuis di layar kaca, dengan model "pesan berantai", maka di bagian akhir penerima pesan diminta untuk mengungkapkan bagaimana bentuk konstruksi pesan awal dari pemberi pesan, maka kerap kali terjadi kehilangan potongan pesan.

Pada jagat digital, hal itu juga terjadi. Di dunia maya, yang mengijinkan user untuk menggunakan identitas semu bahkan anonymous, jelas semakin memperkeruh arus informasi yang tidak mampu diverifikasi. Kelemahan ini, dimanfaatkan untuk menciptakan ruang gema dan ruang simulasi dari kepentingan tertentu.

Tidak mengherankan bila kemudian profesi baru muncul dari dunia baru. Sebut saja, buzzer, influencer, penggiat sosial media, endorser muncul sebagai alat bantu meluaskan jaringan informasi, sifatnya organik berbasis sukarela dan kecintaan, tetapi ada juga yang anorganik menjadi semacam iklan pesanan. Berlaku di semua bidang, mulai dari pemasaran produk, politik, branding kandidat hingga pemerintahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline