Lihat ke Halaman Asli

Yudhi Hertanto

TERVERIFIKASI

Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Pengetahuan dalam Narasi Pandemi

Diperbarui: 20 April 2020   06:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berkeliling kampung. Hadi terpaksa mengelilingi seluruh kampung bertelanjang bulat, sembari merapal mantra. Tidak kuasa menolak. Berminggu lamanya, kampung itu terserang wabah. Semua kembali pada kebiasaan nenek moyang. 

Hadi yang ditunjuk, untuk melaksanakan ritual upacara adat mengusir wabah, hasil rembuk para tetua kampung. Dengan begitu, Hadi harus menahan malu, bila sampai dirinya dalam telanjang terlihat Iyah, cinta pertamanya di ujung kampung. 

Potongan kisah itu, tertuang dalam kumpulan cerpen Sapardi Djoko Damono, Malam Wabah, 2013. Situasi wabah, membuat manusia berupaya dengan segala akalnya, untuk membalik keadaan, guna mengalahkan wabah. Mencari jawaban bahkan dari pengalaman masa lalu.

Jika hal itu dikaitkan dengan uraian Charles Piddock, dalam Selidik National Geographic: Wabah, 2012, maka prinsip karantina adalah format paling dasar, dari mekanisme mengatasi wabah sejak dahulu. 

Tindakan karantina ditujukan untuk mencegah persebaran. Di era modern, ilmu pengetahuan memberi dukungan untuk menghadapi pandemi.

Sains adalah alat bantu, mengatasi musuh yang tidak terlihat. Pengalaman menghadapi wabah di masa lampau, memang terjadi dalam keterbatasan sarana. Kini kita bertumpu, pada aspek medik dan teknologi.

Kuasa Pengetahuan

Ternyata tidak semudah itu. Pengetahuan didominasi oleh para penentu kuasa di dunia. Situasi yang tidak berimbang dari kemampuan antar negara, membuat posisi setiap negara berbeda menyikapi wabah.

Dalam buku Siti Fadilah Supari, Saatnya Dunia Berubah, Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung, 2008, dipersoalkan mengenai keterbukaan informasi global, yang seharusnya terjadi secara seimbang. 

Pada realitanya memang tidak demikian. Kekuatan organisasi kesehatan dunia, yang dikoordinasikan oleh WHO, menjadi kepanjangan tangan dari kepentingan pihak-pihak yang mendominasi. 

Pada buku tersebut, ketimpangan muncul bersamaan  dengan pengiriman data dan informasi atas kasus flu burung, dari negara-negara terdampak. Tidak adanya transparansi, atas hasil kelanjutan penelitian menimbulkan kecurigaan. Korporasi bisnis bermain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline