Lihat ke Halaman Asli

Yudhi Hertanto

TERVERIFIKASI

Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Lockdown Buzzer, Antisipasi Infodemic Corona

Diperbarui: 17 Maret 2020   09:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasukan siber atau buzzer (Jakartaberita.com)

Hari-hari ini, batuk dan bersin adalah musuh kita. Di samping itu, cuci tangan juga menjadi rutinitas baru. Pun memakai masker, merupakan bentuk adaptasi dari situasi yang tidak terhindarkan. Corona telah berubah menjadi pandemi global. Merubah perilaku sosial, kecuali kepercayaan politik.

Pemerintah, baik ditingkat pusat dan daerah telah bergerak. Meski koordinasi adalah hal yang terbilang sulit di negeri ini. Semestinya, terdapat hal yang sama, Corona membentuk diri sebagai simbol kecemasan sosial.

Pada persoalan penanganan medis, maka pemerintah telah membentuk satuan tugas dan juru bicara terkait wabah Corona ditingkat nasional. Sementara itu, perlu dipahami bila diluar aspek teknis medis, hal yang menjadi sangat vital adalah aspek bias informasi.

Infodemic terjadi. Sebuah situasi di mana berita dan informasi berlangsung secara simpang siur. Tidak bisa terkonfirmasi kebenarannya. Bahkan berita bohong dihembuskan untuk kepentingan tertentu. Masyarakat dibanjiri dengan informasi keliru. Kepanikan melanda.

Terjadinya kekosongan informasi yang benar dalam situasi pandemic, membuat setiap kita membangun rasa curiga. Ketidakpercayaan muncul dari kekhawatiran, dan sulitnya mendapatkan informasi utuh serta terpercaya. 

Terlebih kehadiran teknologi menambah persoalan baru, karena kecepatan distribusi informasi itu disuguhkan, bahkan tanpa proses verifikasi.

Di saat seperti ini, harus ada upaya yang dilakukan dalam kerangka menciptakan ruang kepercayaan publik atas hal-hal yang benar. Problemnya, kita memang telah terjebak dalam polarisasi politik yang sangat mengkhawatirkan.

Bahkan disaat konflik di Timur Tengah yang mereda (Kompas, 16/3) seiring dengan merebaknya virus Corona, kita masih sibuk bertikai tidak berkesudahan. Sebuah ironi terjadi.

Mungkin saja prinsipnya Tiji Tibeh -mati siji mati kabeh, kita seolah tidak hendak keluar dari persoalan yang mengancam nyawa banyak orang ini, dibandingkan dengan membela kepentingan politik praktis yang sesaat. Politik memang menjadi harga mati dinegeri ini!

Sulit untuk saling menguatkan, apalagi memberi dukungan. Sementara perang narasi terjadi di sosial media, disisi lain tenaga medis kita berjibaku berhadapan dengan potensi paparan resiko Corona. 

Tidak kah situasi ini mengerikan? Kita kehilangan empati dan simpati kemanusiaan, hanya untuk memenangkan kelompok.

Penertiban Buzzer

Sudah saatnya proses move on politik ini benar-benar dimulai. Kepentingan kelompok yang terfragmentasi dalam proses politik terdahulu hendaknya diselesaikan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline