Lihat ke Halaman Asli

Yudhi Hertanto

TERVERIFIKASI

Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Catatan Pemilu 2019 dan Wajah Wakil Rakyat

Diperbarui: 23 April 2019   08:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: KOMPAS

Sejenak lupakan Pilpres dengan berbagai kontroversinya, kita perlu sabar menunggu rekapitulasi KPU. Kini beranjak pada persoalan peta legislatif, mengacu perhitungan cepat sementara alias Quick Count. Karena data pada kalkulasi Pileg relatif tidak mengalami deraan permasalahan dibanding Pilpres.

Kalau Pilpres bermasalah, apakah Pileg juga bermasalah? Berbeda, karena surat suaranya terpisah, meski kebetulan dilaksanakan pada saat yang bersamaan secara serentak. Apakah bila ada human error di Pilpres, tidak terjadi di Pileg? Mungkin saja, maka tugas partai yang berkontestasi penting untuk menjaga dan mengawal perolehan suara, sampai perhitungan final KPU.

Sekali lagi hitung cepat sementara atau Quick Count adalah indikasi awal, bukan hasil akhir. Dengan kata lain, Quick Count memang bukan hasil dari produk KPU dan tidak dapat menentukan keputusan legal. Tapi bisa dijadikan rujukan temporer. Dengan segala situasi yang terjadi pada Pemilu kali ini, maka perlu ada evaluasi penuh dalam penyelenggaraan, guna mendapatkan koreksi bagi demokrasi yang lebih baik.

Sekadar catatan, ada beberapa hal yang perlu dibenahi, (a) manajemen logistik, terkait dengan persiapan lokasi beserta prasarana pendukung, (b) model pelaksanaan, Pemilu serentak kali ini efektif dan efisien karena sekali penyelenggaraan, tetapi menguras tenaga, bahkan memakan korban para petugas pelaksana, (c) pola kampanye yang terbilang panjang, melelahkan emosi dan fisik publik, membuat kita tidak bisa keluar dari periode wait and see atas proses dan hasil Pemilu.

Selain itu, (d) hiruk-pikuk Pilpres mendegradasi Pileg, kita secara riil tidak memiliki pengetahuan rekam jejak para wakil di legislatif, (e) kisruh hasil perhitungan, sistem databased dan pengumpulan hasil dari tingkat terbawah terkendala proses akurasi, verifikasi dan validasi yang menimbulkan mispersepsi, bila tidak ditangani menjadi sumber kekacauan baru.

Mereka yang Tak Lolos
Mengacu pada komposisi perolehan suara partai politik, setidaknya konfigurasi partai politik yang akan berpentas di Senayan tetap mewakili kekuatan partai politik yang ada saat ini. Kemampuan partai-partai baru masih jauh dari pencapaian parliament threshold sebagai ambang batas. 

Apa faktor penyebabnya? Penguasaan pasar pemilih dan penetapan tematik isu untuk menggarap segmen serta target pemilih masih jauh panggang dari api. Dalam hal ini partai-partai tersebut terbagi menjadi beberapa cluster sesuai Quick Count Kompas, diantaranya: 

(a). Cluster partai baru dengan tingkat keterkenalan yang baik di media maupun aktor politik, yakni PSI (2.07%) dan Perindo (2.85%).

Membidik pemilih milenial semata, sebagaimana yang dikerjakan PSI terbukti gagal, glorifikasi milenial terjadi, dan semua partai masuk ke lapisan pemilih tersebut, bagi partai baru yang tanpa basis dukungan terlatih di kancah pemilu, sebagai pemilih tradisional maupun kader loyal, sehingga praktis hanya mengandalkan keterkenalan figur. Iklan politik yang out of context menempel di benak publik, tetapi tidak terkonversi menjadi dukungan. Bisa jadi kurang dipahami, sehingga diakseptasi secara minimal.

Bagaimana dengan Perindo? Sebuah partai dengan format dukungan dari grup media nasional, praktis menumpukan kekuatannya pada kemampuan untuk memenuhi ruang publik dengan iklan partai, bahkan telah digarap sejak jauh-jauh hari. Tetapi dominasi iklan dengan kombinasi kekuatan figur yang terbatas, membuat hasil yang diperoleh tidak optimal. Padahal, akses kuasa media sudah terkonsolidasi.

Ada ketimpangan antara audiens media massa dengan target khalayak politik, Perindo seolah menyamaratakan pemilih dengan penonton, sebuah kategorisasi yang berbeda dalam aspek ketertarikan pada tema, isu dan program yang ditawarkan, lebih dari sekedar pengenalan nomor, nama, lambang dan mars partai bahkan figur Ketua Partai politik semata.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline