Lihat ke Halaman Asli

Yudhi Hertanto

TERVERIFIKASI

Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Komunikasi Krisis pada Blunder Partai Politik

Diperbarui: 17 Maret 2019   06:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

GEMPAR! Penangkapan petinggi partai politik untuk kasus korupsi terjadi lagi. Meski bukan pertama kalinya, tetapi hal ini terjadi dalam konteks ruang serta waktu yang secara politik hanya sejengkal lagi menuju fase pemilihan di bilik suara.

Banyak pertanyaan yang kemudian dikaitkan, akankah kasus ini akan berdampak secara langsung kepada asosiasi kandidat yang diusung pada Pilpres? Atau pada tahap yang paling mendasar, bagaimana nasib partai politik ini menghadapi Pileg yang menjadi penentu masa depan organisasi tersebut?.

Diluar tanya tersebut, situasi pasca OTT KPK kali ini memberikan dua ilustrasi penting, yaitu; (a) pertukaran pengaruh yang didapat melalui kedekatan jarak dengan kekuasaan, lalu dipergunakan untuk memperoleh pundi-pundi kekayaan, dan (b) perlu dibangun mekanisme respon atas manajemen kondisi krisis partai politik bagi kejadian extra ordinary.

Tentu saja, apa yang kembali terjadi melalui penangkapan ketua partai politik kali ini, menjadi isyarat yang keras bagi perubahan dalam tata kelola partai. 

Pepatah umumnya menyebut bahwa "power tends to corrupt" menggambarkan perlu adanya balancing power, termasuk membenahi sektor fundamental kepartaian di dalamnya.

Sebagian publik mungkin menyikapi bahwa kejadian ini bersifat kasuistik dan individual, sebagian lagi mengungkapkan keberhasilan pembuktian independensi KPK. 

Sementara itu, bagi kubu yang bersaing dalam pentas politik nasional memandang secara berbeda, bagi kelompok petahana sebagai pihak yang terasosiasi pada ketua partai yang tertangkap, maka upaya KPK diapresiasi sekaligus mematahkan tuduhan soal tebang pilih. 

Sedangkan, kubu oposisi menuding kasus ini sebagai representasi kegagalan dalam membersihkan kursi kekuasaan, dari perilaku buruk korupsi kelompok, yang ada disekeliling kekuasaan.

Mari kita uraikan secara perlahan.

Ujian Ketangguhan Elektabilitas

Partai dengan simbol yang merepresentasikan lambang keagamaan ini, memiliki sejarah panjang. Mampu bertahan pasca reformasi 98, bahkan kejadian ini bukan yang pertama kali bagi partai tersebut. Ini adalah ketua partai kedua dalam riwayat partai itu yang dicokok KPK. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline