Lihat ke Halaman Asli

Yudhi Hertanto

TERVERIFIKASI

Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Sun Tzu, Sosial Media dan Debat Digital

Diperbarui: 18 Februari 2019   13:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

BERTEBARAN! Berbagai meme dari kepingan potongan sesi debat Pilpres di jagad digital, dimainkan oleh para pendukung kandidat. Di dunia maya, perdebatan sengit terjadi antar kubu yang berseberangan. Teknologi dijadikan sarana untuk mendorong perluasan paparan komunikasi, bahkan bot, buzzer berseliweran bersama dengan user organik bisa saling berjibaku atau malah bahu membahu. Itulah realitas dunia sosial media sebagai medan tempur baru.

Lantas trending topic dan hashtag menjadi alat ukur. Meski dikepung fake account yang ditengarai dipergunakan untuk menambah keriuhan, tentu saja pemenangan opini ditentukan pada akhirnya ditangan para pemilih langsung. Bisa jadi, tidak terepresentasi secara akurat melalui peta dunia online. Meski begitu, apa yang nampak di sosial media tidak dapat dihiraukan begitu saja.

Ditingkat yang minimal kita mendapatkan sekilas voice over noise yang terdeteksi. Tentu saja dibutuhkan kemampuan pembacaan data, sekaligus interpretasi sosio psikologisnya.

Debat politik yang disiarkan secara langsung melalui media massa, sedikit banyak akan memberikan pengaruh persuasi, khususnya kepada pemilih yang masih mungkin berpindah -swing voters maupun yang belum menentukan pilihan -undecided voters. Situasi tersebut berbeda dari pemilih yang sudah menjatuhkan pilihan dan dukungan, kelompok ini akan terasosiasi kuat pada pasangan calon. Terlebih pasangan yang berkontestasi, seolah merupakan perulangan Pilpres 2014, sehingga gerbong fans and followers menjadi tipikal secara dikotomi.

Akankah efektif? Kondisinya akan sangat bergantung pada bagaimana tim dan mesin kampanye masing-masing kandidat dapat mengelaborasi pasca debat kali ini menjadi sebuah sentimen positif. Kemampuan mengemas -packaging, dapat dibentuk melalui framing terhadap isu-isu sensitif serta kontroversial yang mencuat dan terangkat di dalam debat. Maka evaluasi sepintas atas meme menjadi menarik untuk dilihat, sebagai petanda didunia maya.

Sekilas, kita dapat melihat keseragaman bentuk meme dari pendukung petahana, tampak bahwa terdapat persiapan yang cukup untuk membentuk infografis dan tim digital yang responsif secara update, sehingga formatnya menjadi tunggal untuk dapat direplikasi, melalui amplifikasi retweet ataupun repost serta share di sosial media. Sementara hal yang berbeda terjadi di kubu penantang, sifatnya sporadis, tidak baku dalam template, mempergunakan kreatifitas individual dan tidak terorganisir.

Jika begitu, maka siapa yang dapat dinyatakan memenangkan pertarungan? Tergantung perspektif yang dipergunakan. Bila ukuran yg dipakai adalah massifikasi gerakan, maka petahana juara. Tetapi bila orisinalitas dan otentisitas yang dipakai, kubu penantang tampak maksimal mendorong stimulasi pendukung untuk menjadi kontributor atas skema user generated content -partisipasi dan kesukarelaan. Politik adalah soal legitimasi dukungan, dan penentuan terjadi bersamaan dengan pembentukan opini publik sesaat setelah debat berlangsung.

Siasat Sun Tzu

Dalam hal ini politik ditamsilkan sebagai perang tanpa senjata, dan pemenang perang adalah penakluk yang dapat mengalahkan lawan, bahkan dengan menggunakan strategi tanpa terjadi peraduan fisik. Pada kajian strategi, Sun Tzu menawarkan konsepsi kesempurnaan pengetahuan dalam memenangkan pertarungan, yakni: (a) kenali kawan, (b) ketahui lawan, (c) identifikasi medan laga, dan (d) kuasai diri sendiri.  Banyak aspek yang menjadi kunci penentu secara kompleks, dan hal tersebut adalah prioritas agenda kerja tim serta mesin pemenangan.

Lalu bagaimana debat kedua semalam? Sekurangnya analisis Sun Tzu dapat dipergunakan, Pertama: soal kawan maka supporter masing-masing kandidat, termasuk anggota partai pendukung harus menjadi bagian yang solid, sehingga apa yang diterangkan kandidat pada saat debat, harus mampu pula diterangkan ke lapisan bawah tersebut. Bukankah kriteria kawan tidak dapat berpindah pilihan? Dalam komunikasi terdapat efek pesan yang bergaung, bila paparan informasi yang berlawanan keras menerpa pihak kawan, bisa jadi suatu titik akan mendapatkan celah persuasi pembenaran.

Pada poin Kedua: pihak lawan, baik petahana maupun penantang bisa memanfaatkan ruang kosong dari kesalahan logika masing-masing. Apa yang mengemuka dari perdebatan semalam dimaknai sebagai adu data bagi petahana, dan adu kata bagi penantang. Jelas karena incumbent dilengkapi dengan kelengkapan data serta informasi, meski sangat terkesan terlalu teknis dan bersifat hafalan, tetapi data bisa menjadi amunisi. Disisi lain bagi penantang konsep besar dapat dimaknai sebagai prinsip dasar yang berbeda menjadi tawaran alternatif. Sehingga dalam cara yang berkebalikan, data dan kata bisa dijadikan sebagai bumerang serangan bagi keduanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline