Lihat ke Halaman Asli

Yudhi Hertanto

TERVERIFIKASI

Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Seleksi Alam Institusi Layanan Kesehatan di Era JKN

Diperbarui: 2 Maret 2018   15:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto: lifestyle.kompas.com

Dunia yang berubah mengharuskan proses adaptasi beelangsung secara cepat. Pun termasuk didalamnya industri layanan kesehatan. Beredar viral pemberhentian pelayanan pasien BPJS oleh institusi kesehatan, disebabkan belum terselesaikannya tagihan klaim layanan. Meski sesaat beredar, lalu disusul pernyataan permonan maaf karena hal tersebut bukanlah pernyataan resmi institusi, tetapi jelas menyisakan tanya.

Terlepas dari persoalan internal, maka melihat ekspresi diruang publik membangkitkan sensitifitas, dalam membaca indikasi persoalan. Bahwa relasi antara BPJS Kesehatan dan eksistensi institusi pemberi layanan kesehatan, adalah hal yang kini bersifat mutlak, menjelang implementasi menyeluruh secara nasional di 2019.

Kaitan persoalan terbesar dalam keterhubungan tersebut, adalah timpangnya bargaining position antar para pihak, yakni penyelenggara program, penerima manfaat dan pemberi layanan. Penyelenggara program menjadi pembeli tunggal, sementara pemberi layanan kepada end user adalah operator institusi medis. Pada ruang tersebut, dominasi kuasa terletak pada posisi pembeli.

Apa yang dibaca pada kasus viralitas foto tersebut?

Pertama: penyelenggara memiliki problem pengelolaan pendapatan premi dan pembayaran klaim. Mismatch berakibat defisit dan ketersendatan pembayaran klaim.

Kedua: pemberi layanan bergantung pada arus pasokan pasien dalam program prakarsa pihak penyelenggara. Relasi asimetri alias tidak seimbang ini, membuat pemberi layanan harus tunduk dalam berbagai aturan.

Siapa yang menjadi pihak tersudutkan dalam pertalian relasi tersebut?

Pertama: pasien, karena keterhambatan pemberian pelayanan. Hal tersebut dikarenakan, pemberi layanan menjadi bersikap lebih hati-hati, khususnya dalam penanganan pasien.

Kedua: pemberi layanan, karena diasumsikan menolak pasien. Padahal tidak demikian, selama komitmen dalam mekanisme pembayaran klaim tepat dilakukan, tentu layanan akan semakin berkembang.

Ketiga: penyeleggara program itu sendiri, sebagai konsekuensi akan imej ketidakcakapan melakukan pengelolaan, yang seharusnya menciptakan relasi secara sinergis antar parapihak.

Bagaimana seharusnya reposisi seimbang dalam relasi ini?.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline