Apa yang terjadi di Papua, khususnya di Kabupaten Asmat saat ini, yang telah ditetapkan sebagai lokasi dengan terdapatnya status Kejadian Luar Biasa (KLB) atas Campak dan Gizi Buruk adalah bagian dari situasi Iceberg Phenomenon -fenomena gunung es, sangat terkait banyak aspek dan bisa jadi yang tampil dipermukaan belumlah gambaran dari kejadian keseluruhan.
Tentu kita turut menyampaikan simpati terdalam, bagi seluruh saudara kita di Papua. Sekaligus mengapresiasi langkah yang telah diambil pemerintah. Tetapi situasi seperti ini, mungkin saja terjadi diberbagai belahan daerah lain, serta luput dari perhatian dan liputan. Kita, dalam konteks nasional, sering larut dalam isu-isu elit politik, tetapi kerap lemah dalam perhatian kehidupan riil.
Dalam ranah dunia kesehatan, salah satu yang perlu ditinjau ulang dari kejadian di Papua adalah persoalan perencanaan kesehatan. Format perencanaan kesehatan, harus dapat menterjemahkan sekaligus merumuskan masalah dengan melihat ketersediaan sumberdaya, bagi upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Diluar aspek ekonomi dan politik, sesuatu yang kita pisahkan dalam kajian ini, maka asas dalam perencanaan kesehatan adalah keadilan, prioritas, waktu dan tujuan utama dari program kesehatan yang akan dilaksanakan, dalam upaya pembangunan kesehatan nasional. Apa maknanya? Harus ada langkah-langkah dalam penetapan prioritas penyelesaian masalah.
Bahwa hal utama dalam kasus KLB di Papua, memerlukan tindakan praktis yang nyata serta bersifat langsung, namun upaya pembangunan kesehatan bukan sekedar "memadamkan api", tetapi memastikan "tidak adanya bara", sehingga tidak akan terjadi perulangan kejadian. Perlu kesinambungan, dalam komitmen yang konsisten, untuk dapat mengentaskan masalah kesehatan.
Penentuan prioritas masalah kesehatan dapat diindikasikan atas (1) urgency -keterdesakan waktu penyelesaian, (2) seriousness -dampak dan pengaruhnya, (3) growth -perkembangan masalah. Keberhasilan menetapkan prioritas masalah, berakibat pada kesiapan dan kemampuan dalam menuntaskannya, sesuai dengan tingkat persoalan yang dihadapi.
Mari Mencegah!
Dunia kesehatan mengenal istilah, mencegah lebih baik daripada mengobati. Hal ini didasarkan pada kenyataan, bahwa pengobatan berkonsekuensi pada pengorbanan, tidak hanya biaya tetapi juga waktu produktif. Dengan demikian, upaya pencegahan sebagai langkah preventif harus mendapatkan penekanan, disamping mempersiapkan diri untuk melakukan pengobatan -kuratif.
Upaya preventif akan berdekatan dengan langkah promotif, sedangkan kerangka kuratif bersandingan dengan langkah rehabilitatif. Pada kasus KLB Papua untuk Campak dan Gizi Buruk, maka sesuai Blum (1974) menekankan aspek perilaku hidup sehat memiliki peran penting. Lebih jauh lagi, perilaku dipengaruhi serta terkait pada faktor-faktor lain.
Dalam hal ini, kesadaran akan pentingnya imunisasi dan ketersediaan akses kesehatan bagi pelaksanaan imunisasi adalah bagian dari pemahaman akan konsepsi hidup sehat, yang teraktualisasi pada bentuk perilaku hidup baik individu maupun masyarakat.
Berdasarkan Lawrence Green (1980) faktor pengaruh perilaku antara lain (1) faktor predisposisi -predisposing, yakni pengetahuan dan sikap yang termasuk didalamnya nilai dan tradisi, (2) faktor pemungkin -enabling, yaitu ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat, (3) faktor penguat -reinforcing, bermakna diperlukan peranan tokoh adat maupun pemerintahan, termasuk ketersediaan peraturan terkait.