Lihat ke Halaman Asli

Yudhi Hertanto

TERVERIFIKASI

Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Rokokmu Membunuhku, Perokok Membebani JKN

Diperbarui: 7 Maret 2017   18:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Menarik! Tajuk Kompas tentang Perokok Membebani JKN (6/3) secara jelas memperlihatkan data korelasi dari kebiasaan merokok dengan dampak kesehatan yang dituai pada kemudian hari. Tidak hanya itu, kebiasaan merokok yang semakin meluas menjadi beban dalam anggaran kesehatan pada program Jaminan Kesehatan Nasional.

Sesungguhnya sosialisasi tentang dampak bahaya dari merokok, agak telah menjadi hal yang terlalu umum. Sesuatu yang kemudian nampak lazim menjadi sebuah hal yang biasa, sehingga mudah diabaikan bahkan dilupakan.


Himbauan pemerintah melalui promosi kesehatan pada kemasan rokok, bahkan 40% komposisi peringatan kesehatan dengan ilustrasi dampak merokok dimunculkan pada pembungkus rokok. Termasuk peraturan pembatasan ruang terbuka untuk merokok, hingga usulan pengaturan pelarangan beriklan dimedia massa nampaknya tidak menghentikan laju bisnis asap tembakau.

Bahkan dalam proses edukasi kesehatan secara terbalik dalam negative framing, pemerintah melakukan promosi testimonial penderita kanker pernafasan akibat merokok, pun nyatamya tidak menurunkan jumlah perokok

Ketika dimajukan usulan larangan rokok beriklan di media massa, tak pelak hal ini mengundang kontroversi. Salah satu hal yang dijadikan sebagai alasan, adalah dampaknya pada bisnis periklanan, yang menempatkan rokok sebagai 10 besar kontributor iklan nasional.

Ulasan dalam Headline Kompas membuka data, bahwa asumsi jumlah penghisap asap, dengan proyeksi konservatif atas prevalensi perokok yang tidak berubah seperti tahun 2013 yakni sebesar 36.3 persen, maka terdapat tidak kurang dari 70 penikmat tembakau.

Realitanya, tentu bisa lebih besar dari asumsi dasar tersebut!. Sesuai temuan Riset Kesehatan Dasar 2013, ketika jumlah perokok sekitar 48,4 juta orang, dengan rerata menghabiskan 12 batang perhari, setidaknya nilai bisnis ini bernilai Rp605 miliar/ hari dengan total omset tahunan mencapai Rp221 triliun.

Ironinya, industri rokok dijadikan tumpuan banyak hal, dianggap memberdayakan petani tembakau dan rantai pasokan bisnisnya. Kini industri rokok menjelma menjadi konglomerasi yang menguasai berbagai lini bisnis, tentu karena kapasitas finasialnya. Tidak hanya itu, industri rokok pun menjadi sponsor berbagai acara olahraga yang sudah tentu merupakan sebuah anomali.

Lebih jauh lagi, efek turunan yang ada dihilir industri rokok akan berakhir pada peningkatan pembiayaan kesehatan nasional. Peningkatan resiko kesehatan dapat dikalkulasi dengan jumlah batang rokok yang dihisap, denfan faktor pembobot adalah durasi lamanya periode merokok.

Gagal Paham

Paparan data yang terbuka tersebut, tentu bisa dirasionalisasikan. Pemerintah dalam hal ini perlu memiliki sikap yang tegas dalam memberikan perlindungan kesehatan secara proaktif. Konsekuensi kesehatan dari kebiasaan merokok terpapar pada seluruh organ manusia, termasuk dalam kategori penyakit katastropik, yakni penyakit berbiaya mahal dan beresiko tinggi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline