Lihat ke Halaman Asli

Yudhi Hertanto

TERVERIFIKASI

Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminatan Ilmu Sains-Teknik Timpang? Perlu Sinergi Stimulasi

Diperbarui: 7 Februari 2017   22:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)

Pada pembukaan Forum Rektor Indonesia 2017 yang diadakan pekan lalu, salah satu uraian yang tersampaikan adalah terjadinya kondisi ketimpangan atas peminatan konsentrasi ilmu sains-teknik dibandingkan ilmu sosial-humaniora. 

Diketahui bahwa mahasiswa yang meminati program studi rumpun sosial-humaniora mencapai lebih dari 65% dari total hampir 5 juta mahasiswa. Hal ini, jelas jauh berbeda jika dibandingkan dengan Korea Selatan, yang menempatkan peminatan ilmu teknik mencapai 70% dari total mahasiswa.

Rincian peta distribusi mahasiswa di perguruan tinggi adalah sebagai berikut: 50.7% sosial-humaniora, pendidikan 14.7%, seni budaya 0.4%. Sedangkan, pada bagian yang terpisah, peminat bidang keinsiyuran 16.1%, pertanian 5.3%, kedokteran & kesehatan 3.9% serta sains 8%.

Meski demikian, kita juga mendapatkan informasi tambahan, khususnya berkaitan dengan korelasi pendidikan dalam upaya mengurangi kesejangan ekonomi. Seperti diketahui, indeks rasio gini yang mengindikasikan nilai ketimpangan sosial mengalami penurunan dari 0.402 (September 2015) menjadi 0,394 (September 2016). 

Perubahan indeks gini tersebut, ditengarai sebagai akibat dari penguatan peran dan program pendidikan dalam mendorong mobilitas sosial. Bila demikian, maka apa yang sebaiknya dikonklusikan sebagai formula strategi agar peminatan ilmu sains-teknik lebih menjadi pilihan bagi para mahasiswa.

Corak Pembangunan, Industrialisasi dan Keilmuan

Salah satu hal yang nampaknya tertinggal dalam fase pembangunan kehidupan bernegara kita adalah padamnya era industrialisasi. Hal ini terlihat dari lemahnya industri dalam negeri, kekuatan terbesar sektor ekonomi nasional ditopang oleh pengelolaan sumber daya alam, dan hal itu masih menjadi tulang punggung penggerak perekonomian.

Bidang keilmuan sangat berkaitan dengan jenis produksi yang melingkupinya. Hal itu pula yang membuat misalnya, peminatan mahasiswa di Korea Selatan sekitar 70% terkonsentrasi di bidang teknik. Hal ini ditopang oleh struktur industrinya yang sudah pasti menyerap potensi keilmuan tersebut secara tepat guna.

Bagaimana di Indonesia? Kendala terbesarnya adalah faktor back end, di bagian akhir tidak tersedia cukup posisi pada lapangan pekerjaan di bidang sains-teknis, terutama untuk menjadi stimulus bagi mahasiswa dalam menekuni bidang ilmu tersebut.

Banyak mahasiswa bidang sains-teknik malah beralih kerja ke bidang ilmu yang seharusnya diperuntukan bagi mahasiswa sosial-humaniora, hanya karena asumsi bahwa kemampuan atas rasionalitas mahasiswa lulusan sains-teknik yang lebih baik. 

Tidak salah memang, bila corak produksi kita masih tertahan menjadi sekedar trade business (usaha perdagangan) dan tidak berkaitan dengan aspek produksi langsung, yang berupaya membentuk produk akhir, maka memang mayoritas pekerjaan yang dibutuhkan adalah sektor sosial-humaniora, dengan tugas mengadministrasikan dan membentuk pola perdagangan bukan pola produksi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline