Lihat ke Halaman Asli

Yudhi Hertanto

TERVERIFIKASI

Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Menatap dan Menata Masa Depan Perguruan Tinggi Swasta

Diperbarui: 14 Desember 2016   12:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Burke Classroom

Tidak dapat dipungkiri, salah satu yang masih dipandang sebelah mata dari perguruan tinggi swasta, adalah kualitas pendidikan yang diselenggarakan. Berbagai kasus jual-beli ijazah hingga gelar akademik palsu menodai institusi perguruan tinggi swasta. 

Sejenak kemudian muncul pertanyaan besar, kemana arah lanskap perguruan tinggi swasta kelak di kemudian hari? Ditutup secara sistematik, atau mati perlahan dengan sendirinya sesuai dengan hukum seleksi alam?

Sejatinya, perguruan tinggi swasta adalah pelengkap dari institusi pendidikan negeri milik pemerintah, yang tidak dapat menampung kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Dalam sebarannya, maka perguruan tinggi swasta dapat dikategorikan dalam klasifikasi kelas besar, menengah dan kecil (baca: gurem).

Bila kemudian berkaca dari berbagai kasus tercorengnya dunia akademik karena kampus abal-abal, maka hampir populasi yang tersangkut kasus tersebut masuk dalam kategori kelas perguruan tinggi swasta yang terakhir, yakni kecil alias gurem.

Pada beberapa dasar rasionalisasi tertentu, kemungkinan penyelenggara pendidikan swasta gurem nan abal-abal tersebut mengail di celah sempit dari demand gelar akademik masyarakat. Maka hukum ekonomi menyatakan demand induced supply, penyedia layanan kemudian memanfaatkan peluang dari potensi yang terjadi.

Bisa dipastikan, pendirian sebuah badan pendidikan tinggi swasta tentu pada awalnya tidak ditujukan untuk mencari keuntungan dalam konteks komersil, tetapi dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Meski demikian, kebutuhan untuk sustain bagi keberlangsungan operasional pendidikan tinggi itu sendiri tetap akan diperlukan.

Nah bila demikian, apa yang sebaiknya yang menjadi metode tata kelola perguruan tinggi swasta agar sifat komplementer dari perguruan tinggi dapat dilangsungkan? Peran pembinaan dari pemerintah tentunya dapat dilaksanakan dengan berbagai insentif, terutama bagi upaya peningkatan kualitas pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh inisiatif swasta.

Kita tentu tidak melihat dalam kacamata pendidikan yang telah masuk dalam kategori besar bahkan konglomerasi, di mana para pengusaha berkecimpung masuk  dunia pendidikan. Titik fokusnya terletak pada penataan perguruan tinggi swasta gurem, apakah menunggu mati suri karena persaingan, atau ditutup karena berbagai persyaratan yang tidak mungkin dipenuhi sebagai ketentuan dari peraturan.

Sulitnya mengatur arus kas bagi kampus kecil merupakan bagian dari multiplier effect dari sulitnya mencari mahasiswa, yang disebabkan karena ketatnya persaingan antar institusi untuk mendapatkan jumlah mahasiswa baru. Minimnya biaya promosi mengakibatkan kampus gurem bermain dalam keunggulan kemudahan administratif dan biaya perkuliahan yang murah.

Seringkali kampus gurem terpaksa menjauh, terutama dari peta zona red ocean untuk masuk ke blue ocean yang ada di berbagai daerah di luar kota, untuk sekadar menggaet mahasiswa yang tidak seberapa jumlahnya. Bila sudah demikian, survival mode dari kampus kecil ini menjadi lebih tinggi, termasuk salah satunya yang salah kaprah adalah mendirikan kelas jauh hingga jual beli gelar.

Ditutup atau dibiarkan mati? Tentu sebaiknya, solusi terbaik adalah merawat dan memperbaiki. Keberagaman perguran tinggi swasta nan kecil, harusnya dijadikan sebagai sarana untuk menjangkau lapisan masyarakat, yang selama ini tidak menjadi sasaran perguruan tinggi negeri dan swasta besar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline