Lihat ke Halaman Asli

Yudhi Hertanto

TERVERIFIKASI

Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Digital Migrant and New Wave Marketing

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Generasi masa kini dikenal sebagai digital native, sebuah kondisi dimana generasi baru terlahir, bertumbuh dan berkembang dalam penetrasi internet secara massif, dan berseluncur didunia maya adalah sebuah proses yang normal serta alamiah.

Sementara itu, lapisan generasi yang terlahir sebelum era para digital native tersebut terdapat digital migrant, yakni mereka yang masih mengalami fase transisi konvensional dan beralih memasuki fase digital. Pendek kata, era mesin ketik manual masih dikenal pada generasi ini.

Problem utama yang kemudian timbul, adalah kesenjangan adaptasi digital antar generasi. Jurang generasi tersebut, lambat laun akan tereduksi dalam kebiasaan keseharian. Kita mampu melihat bagaimana cara berkomunikasi melalui aplikasi instant messaging yang semakin populer melalui bbm maupun whatsapp menjadi sangat familiar dan user friendly.

Pada akhirnya, semua akan semakin terdigitalisasi, meski akan tetap bersinergi dengan berbagai metode konvensional yang bersifat melengkapi. Termasuk interaksi offline secara fisikal, tetap menjadi sarana untuk membangun keterhubungan secara langsung melampaui aktifitas online.



New wave dalam web 2.0

Era baru telah dimulai, mengeser proporsi pola pemasaran lama, meski tidak menghilangkannya secara keseluruhan. New wave adalah format baru dari konsep pemasaran yang distimulasi melalui basis pendekatan sebelumnya yakni one to one. Sementara itu, new wave terakomodasi dalam marketing 3.0 dalam komunitas secara meluas. Posisi produsen dan konsumen berada direntang horisontal bukan lagi dalam jenjang vertikal yang tidak setara. World become small and flat.

Pendekatan web 2.0 dengan membangun interaktifitas mengubah cara pandang dan perilaku pemasaran. Berbeda dengan marketing 1.0 yang menggunakan pendekan produsen, kemudian marketing 2.0 dengan orientasi customer. Maka marketing 3.0 mengedepankan pendekatan nilai, dengan hubungan emosional, sekaligus bersifat many to many. Aspek yang menguat dalam skema baru ini adalah nilai komersialisasi melalui partisipasi.

Pemasar tidak lagi menjadi penjual, melainkan bersifat sebagai penganjur yang menekankan pada aspek mendengarkan adanya kebutuhan yang tidak terlihat, termasuk mengembangkan pola telling than selling with friendship.

Kolaborasi sebagai partnership, membentuk terjadinya berbagai peluang baru yang dapat dioptimalkan, termasuk secara realtime menjadi pemberi referensi bagi internal maupun eskternal secara lintas komunitas.

Dengan demikian, hubungan yang terjadi bersifat jangka panjang, berorientasi pada upaya meningkatkan indikator kualitas didalam komunitas. Selain itu, membangun relasi organik yang lebih lekat, dibanding membangun paparan iklan secara hardselling secara temporal.

Komersialisasi dalam partisipasi ini merupakan bentuk baru high impact low budget yang dapat dipergunakan oleh para produsen. Memadukan unsur konten disertai konteks, yang selaras dengan segmentasi pasar sesuai tujuan yakni pertumbuhan bisnis secara berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline