Lihat ke Halaman Asli

Yudhi Hertanto

TERVERIFIKASI

Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Derap Laju Pembangunan & Penggusuran Hak

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"...Sampai saat tanah moyangku

Tersentuh sebuah rencana

Demi serakahnya kota

Terlihat murung wajah pribumi

Terdengar langkah hewan bernyanyi..." (Iwan Fals-Ujung Aspal)

Entah sudah berapa kali banyak kasus dinegeri ini, pembangunan dilakukan tanpa perencanaan terpadu bahkan tumpang tindih dalam aspek kewenangan mengakibatkan dampak sosial yang tidak sedikit.

Hari ini saya hadir dalam acara sosialisasi Dinas Pekerjaan Umum dan Tim Badan Pengelola Jalan Tol megenai perihal rancang bangun ruas tol Cimanggis-Cibitung yang melintas daerah permukiman kami.

Entah sejak kapan, gambar trase jalan itu telah dibuat, yang pasti sketsa teknis tersebut telah disematkan bubuh tandatangan pembesar negeri sebagai pejabat daerah untuk rekomendasi acuan  bagi pelaksanaan tingkat lanjut.

Tentu hal itu membuat kami sangat terkejut, jelas saja ada aroma pemaksaan yang teramat kuat.

Sesuai konfirmasi pihak pengembang, tentu hal tersebut didukung dengan bukti legal yang telah valid, diketahui persetujuan blok plan atas Site lokasi pemukiman kami telah usai dikukuhkan setahun sebelum aspek teknis trase tol tersebut dibuat.

Menjadi sebuah tanda tanya besar, karena semestinya batas wilayah yang telah masuk dalam peta rencana lokasi terdampar pembangunan tol tersebut, sudah seharusnya disinkronisasi atas dasar peta wilayah daerah terkait peruntukan.

Bukan satu-dua rumah yang akan kehilangan hunian, bahkan satu lokal cluster akan terancam punah. Tentu sangat menyedihkan mengingat bagaimana relasi dan lingkungan sosial yang telah terbangun selama ini.

Belum lagi soal yang mengkhawatirkan lain berkaitan dengan skema "ganti rugi", sudah dapat dipahami dari nama yang diberikan memang aspek yang lebih tepat memberikan ilustrasi bila terjadi penggantian maka sesungguhnya kerugian yang diterima.

Bagaimana tidak? Harga properti yang menggila sudah sulit dijangkau dengan pendekatan berbasis nilai objek pajak. Belum lagi soal hubungan persaudaraan sosial yang telah terbentuk.

Sulit untuk tidak berprasangka, karena dilintas batas wilayah perumahan kami, tepatnya diseberang jalur pipa gas diarah yang berlawanan terbentang lahan kosong tidak berpenghuni yang disinyalir merupakan harta para petinggi berbintang.

Kawasan lahan itu memang sudah lama dikenal sebagai tanah tak bertuan, dan bukan rahasia lagi para penggede berbintang itu memiliki hak yang luar biasa dalam memperoleh bidang lahan yang diinginkan, terlebih kala orde pemerintahan terdahulu.

Bahkan, peta trase alokasi jalan tol sebelumnya memang mengisyaratkan perpotongan teknisnya akan melewati kavling kosong yang tengah tertidur itu, entah karena kuasa apa kini bentuk gambarnya berubah dengan dalih hasil citra objeck satelit.

Sejatinya keberadaan jalan tol adalah infrastruktur pembangunan yang vital, membantu perkembangan ekonomi dan mekanisme perpindahan barang serta modal bagi pemerataan pertumbuhan.

Namun amat disayangkan bila kemudian hal itu diimplementasikan secara sembarangan, terlebih dengan meniadakan hak penduduk yang sudah bertahun lamanya menjadi pemilik negeri ini, karena telah menjadi pembayar pajak secara taat.

Susah menebak kearah mana angin ini akan berembus, yang sudah pasti agak terlalu banyak keganjilan terjadi. Entahlah...

sungguh tidak nyaman rasanya terlunta dinegeri sendiri, itulah yang kini tengah saya rasakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline