Lihat ke Halaman Asli

Yudhi Hertanto

TERVERIFIKASI

Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Dikotomi Aspirasi Politik dan Polarisasi Media pada Agenda Pilpres

Diperbarui: 20 Juni 2015   03:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Jelang Pilpres kali ini, tensi politik kembali memuncak, bahkan terasa hangat cenderung memanas. Akan menjadi bahaya bila kita semua larut terlalu dalam pada gelora politik situasional tersebut.

Bara api tersebut, seolah tengah berada dalam tumpukan sekam yang telah mengering dan sangat berpotensi menjadi api besar yang menyulut terjadinya kebakaran disebuah gudang.

Tentu kondisi terburuk itu dapat dihindari bila kita mampu menahan diri serta secara jernih mendudukkan latar persoalan yang secara emosional menyandera secara sesaat kehidupan berbangsa kita.

Jelas bahwa keterlibatan politik secara aktif menjadi identifikasi bertumbuhnya kesadaran berdemokrasi, bahkan penuh penekanan bila Golput kali ini bukan lagi menjadi simbol perlawanan melainkan sebuah sikap pengabaian tercela.

Namun, satu hal yang pasti pada fenomena Pilpres kali ini kita dihadapkan pada dikotomi ekstrem dengan tokoh yang diajukan sebagai pasangan calon yang berkompetisi pada arena pemilihan mendatang.

Publik yang terbelah menjadi mudah dan sangat rentan untuk bergesekan, bahkan tersulut karena hanya mengelus tokoh jagonya masing-masing. Disinilah kedewasaan bersikap dalam politik diperlukan.

Pilihan politik sebagai aspirasi pribadi maupun kumpulan sesungguhnya bersifat individual dan semua pihak yang terlibat bertanggungjawab secara langsung atas pilihan tersebut.

Bila sudah demikian, tentu diharapkan yang terbangun adalah budaya berdemokrasi yang sehat, dimana seluruh tim pemenangan kandidat berada dijalur positif dalam upaya mendukung jagoan-nya secara mencerdaskan serta mencerahkan.

Sudahlah bebal dan nampak sesak rasanya, informasi silih berganti baik yang bersifat kampanye negatif maupun kampanye hitam berseliweran disekitar kita, memenuhi seluruh udara dilingkungan kita.

Cuaca politik kali ini berada dalam gairah yang positif, hampir diseluruh lapisan masyarakat, bahkan menjadi buah bibir keseharian, sehingga harus dioptimalkan secara konstruktif pada pola partai politik dimasa mendatang.

Hal dasar yang patut dipertanyakan adalah: Bagaimana mungkin sukarelawan bisa lebih dinamis dalam melakukan inovasi kampanye, meski hanya menjadi pemain pelapis ketika kader partai gagal bergerak memanaskan mesin politiknya.

Kanal demokrasi harus mulai dibangun kali ini, agar semangat berpolitik tidak hanya luntur dan menjadi agenda sesaat dalam kepentingan yang terbilang sempit, padahal target Pilpres kali ini bukan hanya soal pemenangan tokoh, tetapi menjadi momentum kemenangan seluruh masyarakat dimasa mendatang.

Keberpihakan Media

Sungguh sulit untuk memisahkan secara independen arus pemberitaan pada media massa. Terlebih, hampir semua pemilik mass media adalah tokoh pada kancah perpolitikan domestik.

Hal ini berdampak pada tidak berimbangnya fase pemberitaan, memiliki tendensi dan kecenderungan politik tertentu serta mencari celah salah dilain pihak untuk menggiring opini bagi keuntungan pihak tertentu.

Nampak terlalu sempit, bila media diperlakukan sebagai sarana dalam memberikan kepungan ide yang jauh dari aspek netralitas, padahal sejatinya media dituntut kritis tanpa menghujat dan berimbang tanpabergantung pada satu kepentingan.

Polarisasi arus pemberitaan di media semakin mencolok, berada dalam jurang yang lebar dan saling bertolak belakang. Tidak dapat dipungkiri, informasi itu tertelan secara mentah dan harafiah oleh masyarakat, sehingga pada akhir muaranya pertentangan publik semakin mengeras.

Friksi yang distimulasi atas informasi nan terdistorsi berpotensi membuat kondisi semakin chaos, dan kondisi ini kerap membutakan semua pihak yang terlibat didalamnya.

Manakala situasi tersebut terjadi, maka semakin jelas kekuasaan menjadi tujuan akhir bagi kepentingan sepihak yang tidak memuliakan harmoni negeri ini sebagai sebuah kesatuan yang tidak terpisahkan.

Keterlibatan politik aktif adalah sebuah hal positif, namun edukasi politik sehat perlu dikembangkan oleh seluruh pihak, karena hal tersebut merupakan seruan sekaligus panggilan untuk berkontribusi bagi negeri.

Meski dalam hiruk pikuk serta riuh rendah politik yang gaduh kali ini, kita tidak juga harus dihadapkan pada pilihan menjadi apolitis, bersikap abai dan tidak perduli dengan kondisi kontemporer, termasuk media yang cuek saja dengan memperbesar tayangan joget yang tidak memberikan pencerahan.

Karena kini: kau dan aku adalah kita bersama, dan kita adalah saudara sebangsa setanah air di bumi pertiwi. Damailah Indonesia Ku.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline