Pelantikan Presiden terpilih kali ini terasa berbeda, selain karena gelora emosional yang dibangkitkan, hingga daya tarik dari keberadaan sosok kepemimpinan Jokowi yang dianggap diluar dari kelaziman pola politik tanah air yang masih terlibat dalam kultur politik elitis.
Kali ini Jokowi hadir untuk memberikan inspirasi tentang mimpi anak negeri yang mampu menjulang tinggi karena kekuatan karakter dan tipikal pengandaian akan harapan publik tentang figur pemimpin yang tidak berjarak dan melebur pada persoalan hidup yang secara langsung.
Terkait kebijakan luar negeri sebagai fokus dari berbagai negara sahabat dan tetangga, Jokowi pada pelantikannya menegaskan: “...sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, akan terus menjalankan politik luar negeri bebas-aktif, yang diabdikan untuk kepentingan nasional, dan ikut serta dalam menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...”.
Tentu hal tersebut memberi makna bahwa apa yang menjadi domain dari relasi hubungan bilateral dan multilateral antara Indonesia dengan berbagai negara lain akan tetap mengacu pada kepentingan pembangunan domestik, sebuah hal yang akan diapreasiasi oleh negara kreditor dan investor asing.
Jelas pada posisi tersebut, kepemimpinan Jokowi diharapkan dapat mendorong pembangunan kekuatan dalam negeri, mengatasi ketergantungan pada kepentingan asing. Kekuatan ekonomi nasional yang ditopang oleh bantuan pinjaman dan hutang luar negeri untuk menambal defisit anggaran memang membuat kita kemudian “dipaksa” harus menjadi negara debitur yang baik.
Membangun Negara Maritim?
Statemen Jokowi pada pelantikan tentang gagasan negara kepulauan dengan kepungan laut menjadi menarik sebagai poros kekuatan ekonomi nasional: “...Kini saatnya kita mengembalikan semuanya sehingga Jalesveva Jayamahe, di Laut justru kita jaya, sebagai semboyan nenek moyang kita di masa lalu, bisa kembali membahana...”
Pada situasi tersebut, kedaulatan memang sulit ditegakkan. Memutus mata rantai lingkaran hutang memang harus dikelola dengan baik, bersamaan dengan pembangunan kekuatan ekonomi domestik. Kembali menjadi negara maritim, berarti memiliki fokus pengembangan atas fakta bahwa negara ini memang terdiri atas puluhan ribu pulau dengan bentangan luas yang dipisahkan oleh alur lautan.
Bagaimana kekuatan ekonomi kita tercermin disektor kelautan? Potensi sumber daya alam hasil laut, transportasi jalur laut, pelabuhan peti kemas dan jalur transportasi laut disertai dengan pembangunan industri yang kuat sebagai penyokong kekuatan kelautan menjadi bagian yang tidak boleh dipisahkan, termasuk membangun kekuatan ekonomi masyarakat di kawasan pesisir.
Pengaturan peran strategis atas BUMN terkait seperti PT Pelindo serta PT PAL perlu dirumuskan, agar konsep kemaritiman menjadi sebuah aplikasi gagasan riil. Belum lagi kemudian menyoal gagasan kemiliteran dalam menjaga wilayah perairan kita, tentu hal itu menjadi penting agar tidak terulang kembali hilangnya batas wilayah karena kemampuan armada yang terbatas.
Biaya yang dibutuhkan pun tidak kecil untuk memastikan kesemua gagasan tersebut menjadi program kerja, oleh karena itu peran serta swasta dalam negeri dan BUMN domestik menjadi tumpuan penting. Konsepsi berdikari ditujukan bagi penguatan peran strategis perusahaan negara dan swasta dalam negeri untuk menjadi penopang pembangunan dalam negeri sebagai prioritas.