Lihat ke Halaman Asli

Yudhi Hertanto

TERVERIFIKASI

Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Sumpah Pemuda, Semangat Muda & Ekonomi Kreatif yang Hilang

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Hari ini (28/10) dikenang sebagai peringatan Hari Sumpah Pemuda, dan gelora muda yang dinamis selalu bertanya erat dengan semangat kreatifitas, mencari dan menggali dengan jalan yang berbeda dari sebelumnya, persis seperti itu pula ikhwal persatuan pemuda daerah dimasa lalu.

Kini lapisan pemuda menjadi penggerak bangsa, meski tidak selalu dapat tampil kemuka, para pemuda ini memiliki militansi dan spirit juang yang sama, kita mengenal ekonomi kreatif sebagai bentuk dari aplikasi ekonomi uptodate mendayagunakan kemampuan gagasan, teknologi informasi dan ide kreatif.

Sayangnya, dalam formasi kabinet kerja yang telah terbentuk menjadi struktur pendukung Jokowi, bidang tersebut justru tidak tampak terdilusi entah dengan maksud dan tujuan tertentu mungkin? Namun menimbang logika komparatif jelas ini sebuah hal yang misleading to disappointed.

Pada masa pemerintahan terdahulu dibawah kepemimpinan SBY, dibentuk kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif yang dikomandoi Mari Elka Pangestu. Meski belum bisa muncul sebagai sebuah gagasan massif, namun ekonomi kreatif telah menjadi corak baru dari perkembangan ekonomi yang lebih bersifat muda.

Sesuai prinsip utamanya ekonomi kreatif berkutat menggunakan teknologi informasi dan ide kreasi gagasan sebagai kekuatan dasar dari kemampuan manusia untuk menciptakan nilai tambah yang bersifat baru dan tidak terjebak pada perulangan.

Ekonomi kreatif lekat dengan pengakuan akan otentisitas karya cipta dan hak kekayaan intelektual, namun dapat terus berkembang seiring dengan kemampuan berimprovisasi dan berinovasi secara kreatif berkesinambungan, sehingga tercipta mata rantai nilai secara kontinu. Dapat dibayangkan sektor ekonomi kreatif menjadi bagian dari industri kreatif, maka kita akan menjadi bangsa maju karena kompetensi sumberdaya manusia yang kreatif.

Jokowi bahkan menyebut sektor ekonomi kreatif sebagai bagian dari kampanye pada ajang PilPres lalu, yang mengedepankan kemampuan anak muda dalam memberi pengaruh ekonomi melalui penguasaan kemampuan teknologi, informasi serta ide kreasi.

Bahkan dengan dasar pertimbangan bahwa ekonomi kreatif tidak layak untuk diformalkan karena bentuknya yang kreatif tidak akan suitable dalam lingkup birokrasi, tetap saja kebijakan dan dukungan resmi pemerintah dibidang tersebut menjadi lecutan tambahan dalam berkreatifitas, sebuta inkubator bisnis kreatif, akses permodalan dan perijinan bahkan eksebisi dan promosi akan menjadi sitematik.

Difusi bukan Dilusi Ekonomi Kreatif

Dibandingkan harus mengutuk kegelapan, maka lebih baik kita nyalakan lilin penerang, agaknya pameo tersebut menjadi penting dalam menyikapi struktur kabinet kerja Jokowi yang telah dilantik. Permasalahan stimulus, insentif serta dukungan atas kebijakan di sektor yang bernaung dalam ekonomi kreatif sebaiknya tetap dipertahankan, meski tidak bermuara secara induk formal institusional.

Ekonomi kreatif sesuai dengan namanya pasti akan mampu beradaptasi melalui daya kreatifitas, bahkan dengan atau tanpa dukungan instrumen kebijakan, namun kita jelas akan melewatkan peluang kolektif bila demikian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline