Lihat ke Halaman Asli

Yudhi Hertanto

TERVERIFIKASI

Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Lead Into Action with Critical Thinking

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Langkah kecil menggugurkan berjuta pemikiran yang nampaknya besar, kita percaya bahwa seribu langkah hanya akan dapat dimulai melalui tahap awalan yang diniatkan. Jadi jangan pernah banyak berbicara terlalu besar, meski mimpi memang harus dibentangkan agar kita mampu merencanakan, tidak hanya sampai disitu kemudian segalanya berhenti, perlu aktualisasi konkrit dari apa yang hendak kita capai tersebut meski dalam satu cakupan aksi secara praktis yang menjadi fase permulaan.

Kebanyakan kita berpikir tentang resiko, dan potensi kegagalan. Kondisi tersebut adalah sifat alamiah dari kebanyakan kita yang tertekan melihat kalkulasi dalam perhitungan nilai ekonomi dari suatu mimpi, padahal semua konsekuensi dari hitungan tersebut pun dibangun atas dasar suatu asumsi yang belum memiliki nilai kejadian yang valid. Perencanaan tepat, dalam konteks kita memahami resiko dan mempersiapkan apa yang akan dilakukan bila kemudian hal tersebut muncul.

Risk taker yang bukan spekulatif menjadikan kita sebagai risk order, yang mampu melakukan pengelolaan resiko dengan terstruktur. Benar bahwa resiko berjalan seiring dengan peluang, dan dalam hal tersebut maka kita tentu berharap probabilitas peluang menjadi kenyataan akan lebih besar dibandingkan resiko yang dihadapi. Bila berdasarkan kondisi objektif situasi yang berlaku resiko menjadi lebih dominan, maka hal ini menjadi red flag bagi kita untuk waspada, sedikit mengerem laju kendaraan yang sudah kelewat tinggi dijalan bebas hambatan.

Kita harus membumikan mimpi menjadi sebuah terjemahan praktis dalam kehidupan, dan hal tersebut dapat dilakukan bila kita berani melihat tantangan kedepan. Persis seperti ungkapan yang menyebutkan “winner see the gain, looser see the pain”, meski harus pula dipahami sebenarnya “pain will lead to gain”, begitupula sebaliknya peluang secara inheren mengandung potensi kesulitan dan kesukaran didalamnya.

Kesulitan adalah bagian yang memberikan isyarat bahwa kita telah mencoba, dan kita akan mendapatkan pembelajaran terpenting dari aktifitas mencoba yakni mendapatkan pengetahuan baru. Apa jadinya sebuah rencana tanpa dicoba? Tentu saja hasilnya nihil karena penilaian diberikan atas aktifitas yang sesuai rencana dan bukan sekedar rencana kosong semata.

Tentu tidak berarti kita harus terjebak dalam pragmatisme berpikir yang menyebutkan bertindak tanpa berpikir, ini adalah sebuah sesat berpikir yang lain, karena manusia merupakan organisme yang merencanakan tindakannya, baik melalui pemikiran jangka pendek yang distimulasi emosi maupun long thinking yang direncanakan. Karena tindakan tanpa perencanaan adalah sebuah kesia-siaan yang bisa dipastikan.

Hal ini pula yang harus dipahami oleh manusia yang berkumpul dalam suatu system social, seperti kelompok organisasi atau bahkan pemerintahan sekalin. Tengok saja, pada periode hujan dipenghujung akhir tahun, adalah fenomena alam yang dapat diestimasi dan diprediksi, apa jadinya bila kondisi ini hanya dijadikan sebagai sebuah temuan tanpa sentuhan aspek pemikiran lebih lanjut? Banjir menyeruak keseluruh kota dan kerugian ekonomi menjadi hasil yang dituai.

Berpikir besar harus diimbangi dengan melangkah kecil agar terjadi pertemuan antara gagasan dan realita. Banyak sekali ide yang mengawang dihembuskan oleh para pemimpin dan tokoh masyarakat yang berlabel pejabat tapi tidak mampu diimplementasikan, menjadikan program kerja hanya sebatas pepesan kertas kosong. Kerangka berpikirnya juga terbilang kurang tajam bila istilah dangkal terdengar terlalu konotatif, serta tidak komprehensif.

Contohnya? Kontroversi kasus kurikulum 2013, kebijakan yang tidak bulat kemudian diambil untuk segera diterapkan manakala proses adaptasi tidak disusun dengan ukuran spesifik yang melihat keunikan dari karakteristik daerah dari sabang hingga merauke.

Di Ibukota sendiri misalnya ada project Giant Sea Wall yang disebut sebagai sebagai metode penangkal banjir? Bila banjir dikarenakan lebih banyak persoalan alih fungsi lahan dihulu topografi dan kebiasaan membuang sampah yang mendekonstruksi fungsi sungai, tentunya posisi urgensinya harus dilihat secara lebih jelas. Termasuk menjawab potensi kemungkinan dimasa depan bahwa banjir terjadi akibat amblasnya permukaan tanah Jakarta, tentu bukan tembok tinggi yang harus dibangun tetapi membuat regulasi atas daya dukung permukaan dengan pengetatan zonasi pembangunan.

Melangkah dengan berpikir, dan berpikir untuk segera melangkah adalah aktifitas simultan yang berkelanjutan, jadi jangan tinggalkan tindakan dari perencanaan, apalagi melepaskan keharusan bertindak dari perencanaan yang telah dipersiapkan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline